Aulia (2010), membagi karakteristik usahatani menjadi 2 macam yaitu
Karakteristik Sosial dan Karakteristik Ekonomi
Karakteristik Sosial
Faktor sosial terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman berusahatani,
jumlah tanggungan petani.
a. Umur
Menurut Soekartawi (2003), rata rata petani
Indonesia yang cenderung tua dan sangat berpengaruh pada produktivitas sektor
pertanian Indonesia Petani berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif
(memelihara) menyikapi perubahan terhadap inovasi teknologi. Berbeda halnya
dengan petani yang berusia muda.
Umur petani adalah salah satu faktor yang
berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani,
umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam
bekerja bilamana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja
dengan baik dan maksimal (Hasyim,2003).
b. Pendidikan
Soekartawi (2003) mengemukakan bahwa
banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan
berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu
kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam
menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga.
Menurut Hasyim (2003), tingkat pendidikan
formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan
yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan
usahataninya. Mengenai tingkat pendidikan petani, dimana mereka yang
berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi.
Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya kreatifitas manusia
dalam berfikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya
pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia
(Kartasapoetra,1987).
c. Lamanya
berusahatani
Menurut Soekartawi (2003), pengalaman
seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar.
Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada
petani pemula atau petani baru. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih
mudah menerapkan anjuran penyuluhan dimikian pula dengan penerapan teknologi.
Lamanya berusahatani untuk setiap orang
berbeda beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan
pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan
hal hal yang baik untuk waktu waktu berikutnya (Hasyim, 2003). Petani yang
berusia lanjut sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan
sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja,
dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru
dan inovasi, semakin muda umur petani, maka semakin tinggi semangatnya mengetahui hal baru,
sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun
sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut
(Kartasapoetra, 1987).
d. Jumlah
tanggungan
Menurut Hasyim (2003), jumlah tanggungan
keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan
pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga
akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas terutama dalam mencari
dan menambah pendapatan keluarganya. Semakin banyak anggota keluarga akan
semakin besar pula beban hidup yang akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah
anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani
(Soekartawi, 2003).
Karakteristik Ekonomi
Karakteristik ekonomi yang berhububungan dengan Usahatani kakao adalah Luas
kebun, pohon menghasilkan, pohon belum menghasilkan, pohon tidak menghasilkan,
biaya usahatani, produksi usahatani, pendapatan usahatani.
a. Luas Kebun
Luas
perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Pada
tahun 2007 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1379279 Ha. Luas
perkebunan ini mengalami pertumbuhan sebesar 6.8 persen menjadi 1473259 Ha.
Luas perkebunan kakao kembali bertambah menjadi 1592982 Ha atau tumbuh 8.1
persen pada tahun berikutnya. Secara rata-rata pertumbuhan luas perkebunan
kakao di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2009 adalah 8.1 persen. Yakni
perkebunan yang dimiliki masyarakat. Kepemilikan perkebunan ini rata-rata per
petani sangat kecil yakni 1 Ha per petani. Luas perkebunan kakao yang dimiliki
masyarakat sekitar 92,7 persen dari luas total perkebunan kakao di Indonesia
pada tahun 2009 yang mencapai 1.592.982 Ha (Indonesia Comercial Newsletter (ICN),
2010).
b. Tanaman yang Menghasilkan
Tanaman yang
berproduksi pada tanaman perkebunan terutaman kakao memberikan hasil yang
maksimal pada petani dalam melakukan usahatani kakao. Pada satu daerah yang
memiliki mayoritas petani kakao dibutuhkan dukungan iklim yang baik dan
perawatan yang memungkinkan tanaman kakao dapat berproduksi. Penyiraman tanaman
kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan memiliki pohon pelindung
tidak memerlukan banyak air. Air yang berlebihan akan menyebabkan kondisi tanah
menjadi sangat lembab. Penyiraman dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman
yang tidak memiliki pohon pelindung. Pepohonan sangat sensitif terhadap kadar
air. Curah hujan yang dibutuhkan harus tinggi dan terdistribusi dengan baik
sepanjang tahun. Tingkat curah hujan yang baik per tahun berkisar antara 1500
mm – 2500 mm. Curah hujan saat musim kemarau sebaiknya lebih kurang dari 100 mm
per bulan dan tidak lebih dari tiga bulan (Depperin, 2007).
c. Tanaman yang Belum Menghasilkan
Pada tanaman
kakao memiliki jenjang waktu dalam melakukan produksi, pada saat penanaman
waktu yang diperlukan oleh tanaman kakao dalam melakukan produksi tergantung
pada tehnik atau cara bagaimana meberlakukan tanaman kakao. Tanaman kakao yang
ditanam melalui sambung samping memerlukan waktu sedikit dalam melakukan
produksi dibandingkan dengan penanaman yang tampa melakukan sambung samping.
Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam dua tahap.
Pertama bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang menyerang.
Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Tahap yang kedua adalah usaha
pemberantasan hama, dimana jenis dan kadar pestisida yang digunakan
ditingkatkan (Depperin, 2007).
d. Tanaman yang Tidak Menghasilkan
Tanaman kakao
yang sudah tidak berproduksi dikarenakan banyak faktor antara lain, kurangnya
pengeahuan petani dalam berusahatani kakao, faktor lingkungan sehingga dapat
menimbulkan hama pada tanaman dan kondisi lahan yang tidak sesuai. Hama yang sering menyerang tanaman
kakao antara lain belalang (Valanga Nigricornis), ulat jengkal (Hypsidra
talaka Walker), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis
sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp.). Insektisida yang sering
digunakan untuk pemberantasan belalang, ulat jengkal, dan kutu putih antara
lain adalah Decis, Cupraycide, Lebaycide, Coesar dan
Atabron. Penghisap buah dapat diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide
dan Decis. Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao,
yaitu penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh
jamur Oncobasidium thebromae. Selain itu juga sering dijumpai penyakit
busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptera sp, menyebabkan pohon mati
Depperin (2007).
e. Biaya Usahatani
Menurut
Soekartawi (1995), biaya usahatani adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses
produksi yang semula fisik kemudian diberikan nilai rupiah sehingga biaya-biaya
tidak lain adalah korbanan. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dipergunakan tidak habis
dalam satu proses produksi dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit, besar biaya tidak tergantung pada besar kecilnya
biaya produksi yang diperoleh. Biaya tetap meliputi: sewa, tanah, pajak, biaya
alat pertanian dan penyusutan alat pertanian. Dan biaya Variabel (variable
cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi. Biaya
variabel ini meliputi: biaya bibit, biaya pupuk, biaya pengolahan tanah, dan
biaya tenaga kerja.
f. Produksi Usahatani
Suatu pengguna
faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisien teknis)
kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimal. Usahatani
dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki sebaik baiknya. Dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumber daya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan
atau input.
Pengertian efisien
sangat relatif, efisien diartikan sebagai penggunaan input sekecil
kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar besarnya (Soekartawi, 1995).
Proses
produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena
pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses
produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika)
telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian
dunia masih tetap demikian. Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun
teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan.
Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan danan menambah keguanaan (utility) suatu barang dan jasa.
Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik
menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang
ada.
Produksi
merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat dengan kegiatan ekonomi.
Melalui proses produksi bisa dihasilkan berbagai macam barang yang dibutuhkan
oleh manusia. Tingkat produksi juga dijadikan sebagai patokan penilaian atas
tingkat kesejahteraan suatu negara. Jadi tidak heran bila setiap negara
berlomba-lomba meningkatkan hasil produksi secara global untuk meningkatkan
pendapatan perkapitanya.
Proses
produksi atau lebih dikenal budidaya tanaman atau komoditas pertanian merupakan
proses usaha bercocok tanam/ budidaya dilahan untuk menghasilkan bahan segar (raw
material). Bahan segar tersebut dijadikan bahan baku untuk menghasilkan
bahan setengah jadi (work in processs) atau barang jadi (finished
product) di industri-industri pertanian atau dikanal dengan nama
agroindustri (agrifood industry) (Assauri, 1993).
Proses
diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya
sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk
memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau
menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1993).
g. Pendapatan Usahatani
Pendapatan
hasil bersih dari kegiatan suatu usahatani yang diperoleh dari hasil bruto
(kotor) dikurangi biaya yang digunakan dalam proses produksi dan biaya
pemasaran (Mubyarto, 1994).
Menurut
Soekartawi (1995), bahwa pendapatan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pendapatan
kotor (penerimaan), adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu
tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan
dalam gedung pada akhir tahun, dan pendapatan bersih usahatani adalah selisih
antara pendapatan kotor dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian
bibit, obat-obatan dan pupuk yang digunakan oleh petani.
Sumber:
Comments
Post a Comment