Kesejahteraan Masyarakat - Pengertian Masyarakat, Pengertian Kesejahteraan, dan Indikator Kesejahteraan
Masyarakat
Masyarakat menurut Koentjaraningrat (2009 , hlm. 118) adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu identitas bersama”.
Masyarakat menurut Ralph Linton (dalam Soekanto, 2007, hlm. 22) masyarakat merupakan “setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.
Masyarakat menurut Soemardjan (dalam Soekanto 2007, hlm. 22) adalah “orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan”.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang bertempat tinggal disuatu daerah tertentu dan memilki aturan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu buruh sadap karet.
Kesejahteraan
Menurut Adi (2013, hlm. 23) kesejahteraan sosial adalah suatu tatanan (tata kehidupan) yang meliputi “kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan satu aspek atau lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan. Titik keseimbangan yang dimaksud antara aspek sosial, material dan spiritual”.
Midgley (dalam Adi 2013 , hlm. 23) melihat kesejahteraan sosial sebagai “suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan”.
Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (dalam Rinawati 2011 , hlm. 9) menjelaskan pengertian sejahtera yaitu “suatu kondisi masyarakat yang terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman”.
Pengertian keluarga sejahtera dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah Kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Tujuan dari pembangunan keluarga sejahtera adalah untuk mengembangkan kualitas keluarga agar dapat tumbuh rasa aman, tentram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Sedangkan kesejahteraan menurut Rambe (dalam Sunarti, 2004, hlm. 13) adalah Sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan dasar suatu masyarakat, kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya.
Indikator Kesejahteraan
Tingkatan kemakmuran dapat dilihat dari beberapa indikator kesejahteraan.
Kesejahteraan dapat diukur dengan beberapa indikator, seperti yang dijelaskan BKKBN (1996) pedoman yang dapat digunakan untuk mengukur tahap keluarga sejahtera ada 23 indikator. Dalam pendataan ini keluarga Indonesia digolongkan untuk keperluan operasional ke dalam lima kelompok sebagai berikut:
a. Keluarga Pra Sejahtera, yaitu keluarga ini belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya. Indikator yang dipergunakan adalah kalau keluarga tersebut tidak dapat atau belum dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera I.
b. Keluarga Sejahtera Tahap I, bila mampu memenuhi empat indikator kebutuhan hidup minimal pangan, sandang, papan, dan kesehatan.
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah.
2) Umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bersekolah, bekerja dan bepergian.
4) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit dibawa ke sarana atau petugas kesehatan serta diberi obat cara modern.
c. Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga itu selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang dipakai adalah empat indikator yang pertama (1) sampai (5) dan keluarga tersebut harus memenuhi syarat-syarat (6) sampai (14) sebagai berikut:
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.
2) Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.
3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru satu tahun terakhir.
4) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk setiap penghuni rumah.
5) Seluruh anggota keluarga dalam satu bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melakukan tugas/fungsi masing-masing.
6) Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.
7) Seluruh anggota keluarga berumur 10-60 tahun bisa baca tulis latin.
8) Seluruh anak berusia 6-12 tahun bersekolah saat ini.
9) Bila anak hidup dua atau lebih keluarga yang masih PUS saat ini memakai atau alat kontrasepsi (kecuali sedang hamil).
d. Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya. Keluarga harus mampu memenuhi syarat-syarat (1) sampai (14) dan memenuhi syarat-syarat di bawah ini:
1) Upaya untuk keluarga meningkatkan pengetahuan agama.
2) Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
3) Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk komunikasi antar anggota keluarga.
4) Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
5) Keluarga mengadakan rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam bulan.
6) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah.
7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan dan sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti kegiatan semacam itu. Keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat (1) sampai (21) dan juga syarat-syarat di bawah ini:
1) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur (pada waktu tertentu) dan suka rela memberi sumbangan kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk material.
2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus yayasan/instansi masyarakat .
Berbeda dengan BKKBN, untuk mengukur kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2005) menggunakan 8 indikator yang meliputi pendapatan, pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan menyekolahkan anak, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Deskripsi mengenai indikator kesejahteraan tentu harus diperoleh dengan melihat masing-masing indikator secara lengkap.
a. Pendapatan
Pendapatan merupakan perolehan barang atau jasa yang diterima seseorang. Menurut Adisasmita (2013, hlm. 97) “pendapatan mencerminkan standar hidup riil masyarakat. Standar hidup riil masyarakat menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa pendapatan merupakan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat”.
b. Pengeluaran
Menurut (Sukirno, 2004) “Pengeluaran/konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhanya. Pendapatan yang diterima suatu rumah tangga akan digunakan untuk membeli makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa rumah dan membeli kendaraan”. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk memenuhi kebutuhanya. Menurut Sunarti (2006, hlm. 15) “Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan riil dari pengeluaran per kapita yaitu peningkatan nominal pengeluaran lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode yang sama”.
c. Keadaan Tempat Tinggal
Tempat tinggal atau Rumah merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia. Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana dia tinggal dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini merupakan fenomena yang sangat logis karena rumah pada dasarnya merupakan wadah bagi manusia atau keluarga untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Menurut Yudhohusodo.
Pada perkembangannya, kebutuhan akan rumah dijadikan salah satu motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik, dimana rumah yang fungsi utamanya sebagai tempat tinggal bagi penghuninya, juga dijadikan tolak ukur keberadaan status sosial penghuninya baik tingkat kemampuan ekonomi maupun kesejahteraannya.
d. Fasilitas Tempat Tinggal
Fasilitas tempat tinggal merupakan sarana untuk melaksanakan segala aktivitas. Fasilitas tersebut terdiri dari ruang serta fasilitas lain yang mendukung segala aktivitas keluarga di rumah. Seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri PU No.54 (1991) “kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya”.
e. Kesehatan Anggota Keluarga
Kesehatan merupakan aspek penting yang harus terus dijaga oleh setiap manusia agar tetap produktif. Seperti yang di jelaskan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 (2009) Tentang Kesehatan, “ Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.
f. Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 (2013) tentang jaminan kesehatan yang menjelaskan bahwa “Pelayanan kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat”. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional membagi pelayanan kesehatan ke dalam beberapa jenis seperti berikut:
1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
2) Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
3) Pelayanan Kesehatan Darurat Medis adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.
g. Kemudahan Menyekolahkan Anak
h. Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi.
Kemudahan diartikan sebagai tersedianya fasilitas pelayanan (ekonomi dan sosial) sehingga masyarakat dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Seperti yang dijelaskan Adisasmita (2013, hlm. 37) “Tersedianya fasilitas mampu memberikan pelayan pemenuhan berbagai kebutuhan kepada masyarakat, berarti masyarakat merasa berkecukupan atau berkesejahteraan karena berbagai kebutuhan, keinginan dan kepentingan hidupnya dapat terpenuhi dengan cukup, mudah dan lancar”.
Menurut Campbell (dalam Sunarti, 2006, hlm. 15) “Pengukuran dalam kesejahteraan sering menggunakan pembagian kesejahteraan ke dalam dua bagian yaitu kesejahteraan subjektif dan objektif”. Kesejahteraan secara objektif dan subjektif dapat dialamatkan bagi tingkat individu, keluarga dan masyarakat. Pada tingkat individu perasaan bahagia atau sedih, kedamaian atau kecemasan jiwa, dan kepuasan atau ketidakpuasan merupakan indikator subjektif dari kualitas hidup. Pada tingkat keluarga, kecukupan kondisi perumahan (dibandingkan standar), seperti ada tidaknya air bersih, merupakan contoh indikator objektif. Demikian halnya dengan kepuasan kepuasan anggota keluarga mengenai kondisi rumah merupakan indikator subjektif. Pada tingkat masyarakat, beberapa contoh dari indikator objektif diantaranya adalah angka kematian bayi, angka pengangguran dan tunawisma.
Pada prinsipnya aspek yang dapat diamati dalam menganalisis kesejahteraan hampir sama, yaitu mencakup dimensi: pendapatan, pengeluaran untuk konsumsi, status pekerjaan, kondisi kesehatan, serta kemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan kebutuhan dasar (seperti air, perawatan kesehatan dan pendidikan). Faktor utama dari tingkat kesejahteraan ekonomi adalah daya beli, apabila daya beli menurun maka berdampak pada menurunnya kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehingga tingkat kesejahteraan menurun.
Sumber:
http://repository.upi.edu/15690/1/S_GEO_1001467_Chapter2.pdf
Comments
Post a Comment