Kinerja Perekonomian - Pertumbuhan PDB, PDRB per kapita, PMTDB per kapita, Pengangguran



        Menurut McEachern (2000) pengukuran kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan melihat jumlah pekerja, rata-rata penghasilan, jumlah produksi, jumlah dan ukuran perusahaan. Ukuran yang sering dipergunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian suatu wilayah atau negara adalah pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja, produktivitas, standar hidup, pengangguran, inflasi, tabungan dan formasi modal serta variabel lainnya (Abel dan Bernake, 2001 dalam Utama, 2006). Sedangkan, menurut Samuelson dan Nordhaus (1995), di antara tolok ukur kinerja perekonomian tersebut, yang paling sering digunakan adalah produk domestik bruto (PDB).

a.   Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

        Secara agregat, pertumbuhan ekonomi makro untuk suatu wilayah negara ditunjukkan oleh tingkat capaian produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP). PDB adalah agregat nilai tambah dari semua barang atau jasa yang dihasilkan oleh masing-masing sektor menurut lapangan usaha di suatu negara baik atas dasar harga konstan maupun harga berlaku (Widodo, 1990; Rustiadi, 2011). Untuk menghitung PDB di Indonesia, BPS menggunakan tiga pendekatan: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran (Kuncoro, 2013).

         PDB dapat dihitung atas dasar harga berlaku dan harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku yang disebut juga PDB nominal, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan, atau disebut PDB riil, menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun tertentu sebagai harga dasar. PDB harga berlaku menunjukkan pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDB harga konstan dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Kuncoro, 2013).

        Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Penekanannya ada pada proses. Karena proses mengandung unsur dinamis yang menunjukkan perubahan atau perkembangan, maka laju pertumbuhan menunjukkan perkembangan dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan indikator PDB atau PDRB untuk regional (provinsi atau kabupaten/kota) dari tahun ke tahun, yang dapat dirumuskan sebagaimana Persamaan 2.3 (Widodo, 1990):




b.   PDRB per kapita

         Pendapatan per kapita yaitu total PDRB dibagi oleh jumlah penduduk merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu wilayah (Arsyad, 2010; Koncoro, 2013). Pendapatan per kapita merupakan indikator atas kinerja perekonomian secara keseluruhan. Pendapatan per kapita adalah indikator moneter atas setiap kegiatan ekonomi penduduk suatu wilayah/negara. Semakin tinggi pendapatan per kapita semakin baik perekonomian.

        Pertumbuhan ekonomi sekalipun berlanjut dalam jangka panjang yang dihasilkan oleh suatu wilayah belum menjamin menghasilkan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan (pendapatan), karena secara bersamaan juga terjadi pertambahan jumlah penduduk. Capaian pertumbuhan ekonomi akan memberi makna apabila lebih besar dibandingkan dengan pertambahan jumlah penduduk. Terdapat dua cara untuk menentukan kecepatan pertambahan pendapatan per kapita sebagaimana Persamaan 2.4 dan 2.5 (Sukirno, 2010):




c.    Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) per kapita

          Aktivitas investasi merupakan salah satu faktor utama yang memengaruhi ekonomi satu wilayah atau negara. Investasi terdiri dari investasi fisik dan investasi finansial. Dalam konteks PDB atau PDRB, aktivitas investasi fisik tercermin pada komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) (BPS Provinsi Bali, 2015). PMTDB adalah penambahan dan pengurangan aset tetap pada suatu unit produksi dalam kurun waktu tertentu. PMTDB per kapita terdiri dari (1) penambahan dikurangi pengurangan aset (harta) baik barang baru maupun barang bekas, (2) biaya alih kepemilikan aset non-finansial yang tidak diproduksi, seperti lahan dan aset yang dipatenkan, dan (3) perbaikan berat aset yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan usia pakainya.

          Perhitungan PMTDB dapat dilakukan melalui metode langsung maupun metode tidak langsung tergantung pada ketersediaan data. Metode langsung dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh nilai PMTDB yang terjadi disetiap industri (lapangan usaha), dimana barang modal dinilai atas dasar harga pembelian dengan keseluruhan biaya-biaya terkait yang dikeluarkan. Pada dasarnya data untuk perhitungan diperoleh dari laporan keuangan perusahan. 

       Sedangkan metode tidak langsung, yang disebut juga pendekatan arus komoditas (commodity flow approach), dilakukan dengan menghitung nilai penyediaan produk barang yang dihasilkan oleh berbagai industri (supply), yang kemudian sebagian diantaranya dialokasikan menjadi barang modal. Barang modal ini terdiri dari bangunan dan barang mesin, alat pengangkutan dan barang mesin lainnya. 

          Perhitungan PMTDB dalam bentuk bangunan dilakukan dengan menggunakan rasio tertentu dari nilai output industri konstruksi. Sedangkan perhitungan PMTDB dalam bentuk mesin, alat angkutan dan barang modal mesin lainnya dibedakan atas barang modal yang berasal dari produksi domestik dan produksi impor. Perhitungan PMTDB barang mesin domestik, dilakukan dengan dua cara: 
(1) dengan men-deflate dengan indeks tertentu alokasi output mesin, alat angkutan     dan barang modal lain yang menjadi pembetukan modal, dan 
(2) apabila data tidak ada, maka dilakukan ekstrapolasi PMTDB tahun sebelumnya   untuk mendapatkan PMTDB harga konstan, kemudian me-reflate nilai PMTDB     harga konstan dengan inflator untuk mendapatkan PMTDB harga berlaku.

        Selanjutnya, perhitungan PMTDB barang mesin, alat angkutan dan barang lainnya yang berasal dari produksi impor, secara umum dilakukan dengan dua cara 
(1) perhitungan PMTDB harga berlaku berdasarkan total nilai barang impor, 
(2) Perhitungan PMTDB harga konstan dilakukan dengan men-deflate PMTDB harga berlaku dengan menggunakan indeks harga yang sesuai.

d.   Pengangguran

        Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang terbatas tidak mampu untuk menyerap para pencari kerja yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk (BPS, 2011). Pengangguran berkaitan dengan angkatan kerja dan angkatan kerja berkaitan penduduk usia kerja.

        Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja adalah mereka yang berdasarkan golongan umur sudah bisa diharapkan untuk bekerja. Untuk Indonesia batas bawah usia kerja adalah lima belas tahun dan tanpa batas atas. Kelompok usia kerja ini dibedakan menjadi dua yaitu bukan angkatan kerja dan angkatan kerja. Penduduk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (lima belas tahun ke atas) yang tidak termasuk ke dalam angkatan kerja, yang secara ekonomi memang tidak aktif (non-economically active population). Kegiatan kelompok ini biasanya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, pensiun dan mereka yang mempunyai cacat jasmani. Sedangkan angkatan kerja adalah mereka yang termasuk dalam kelompok usia kerja tetapi tidak termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja, yang terdiri dari orang yang bekerja dan orang yang menganggur.

        BPS (2008) mendefinisikan bekerja sebagai kegiatan ekonomi seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam sehari secara tidak terputus selama seminggu yang lalu. Kelompok ini mencakup orang yang sedang bekerja maupun orang yang mempunyai pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu untuk sementara tidak bekerja, misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya. Sedangkan seseorang dikatakan menganggur adalah seseorang yang (1) tidak bekerja, (2) sedang mencari pekerjaan baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah bekerja, atau (3) sedang menyiapkan suatu usaha, atau (4) yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, atau (5) yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Kuncoro (2013) mengemukakan beberapa indikator yang menggambarkan situasi ketenagakerjaan:

1)  Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), yaitu persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja atau secara umum adalah jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 penduduk usia kerja.
2) Angka penyerapan angkatan kerja (employment rate), yaitu persentase angkatan kerja yang bekerja terhadap seluruh angkatan kerja pada saat pencacahan dilakukan.
3)  Pengangguran terbuka, yaitu persentase jumlah penganggur terhadap jumlah keseluruhan angkatan kerja.


                     Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
                     Konsep Pembangunan Ekonom
                      Pembangunan Ekonomi Daerah
                      Perubahan Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Ekonomi
                      Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
                      Pertumbuhan Ekonomi


Sumber:
http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/6fdcf13438d4598d1fb41bbdf70eacf0.pdf

Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad