Lahan gambut dan aspeknya - Proses pembentukan gambut di Indonesia, Karakteristik fisik gambut, Sifat kimia Gambut


 
      Lahan gambut merupakan salah satu tipe lahan basah yang unik. Namun walaupun memiliki potensi besar dalam mendukung kehidupan manusia dan kestabilan iklim global, lahan gambut sering kali dianggap dan diposisikan sebagai lahan yang marjinal dan kurang berguna. Hal tersebut terutama karena lahan gambut miskin akan unsur hara sehingga dianggap tidak bermanfaat untuk kegiatan pertanian.

       Beberapa ahli menyatakan bahwa gambut yang terbentuk di wilayah rawa pantai Indonesia diperkirakan dimulai sekitar 6800 sampai 4200 tahun yang lalu, dan diperkirakan hampir bersamaan waktunya dengan dimulainya proses akreasi yang membentuk wilayah pulau-pulau delta di rawa pasang surut yang ada sekarang ini.

       Di akhir jaman Pleistosen sampai awal Holosen antara 10 ribu sampai 5 ribu tahun yang lalu terjadi kenaikan muka air laut sekitar 100 sampai 135 meter. Terjadi kenaikan permukaan air laut sekitar 120 meter di Indonesia dan asia tenggara. Permukaan air laut menjadi stabil tercapai sekitar 6000 sampai 4000 tahun yang lalu. Setelah permukaan air laut stabil terjadi proses pelebaran atau perluasan pantai secara lateral akibat sedimentasi bahan halus yang dibawa sungai. Selanjutnya proses akreasi pantai mulai terjadi diikuti dengan pembentukan tanah gambut.

         Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam basah berlebihan bersifat tidak manfaat dan tidak mengalami perombakan atau hanya sedikit mengalami perombakan sebab kondisi anaerob menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

         Tanah gambut terbentuk karena laju akumulasi bahan organik melebihi proses mineralisasi yang biasanya terjadi pada kondisi jenuh air yang hampir terus menerus sehingga sirkulasi oksigen dalam tanah terhambat, hal tersebut akan memperlambat proses dekomposisi bahan organik dan akhirnya bahan organik itu akan menumpuk.

Proses pembentukan gambut di Indonesia

        Gambut tumbuh dengan kecepatan antara 0 sampai 3 mm per tahun dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Kemudian tanaman yang dan lapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah mineral.

        Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh. Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan.

        Di dataran dan daerah pantai mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai. Tetapi kemudian penumpukan seresah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan gambut ombrogen yang berbentuk kubah. Gambut ombrogen di Indonesia terbentuk dari seresah vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun sehingga status keharaannya rendah dan mempunyai kandungan kayu yang tinggi.

      Beberapa istilah lahan atau wilayah yang terdapat akumulasi bahan organik antara lain:

Bog.
     Lahan rawa yang ditutupi gambut yang tidak memiliki aliran air masuk maupun keluar secara nyata, yang bisa mendukung proses acidophilic mosses khususnya spagnum.

Fen.
    Lahan rawa yang ditutupi gambut yang menerima limpasan air drainase dari tanah mineral disekitarnya dan biasanya mendukung kondisi vegetasi rawa.

Peatland.
    Istilah umum untuk lahan rawa yang ditutupi oleh sisa tanaman yang sebagian terdekomposisi.

Mire.
       Istilah umum untuk lahan rawa yang tertutup oleh gambut.

Moor.
     Sama dengan lahan gambut yang meliputi, High moor adalah bog yang berbentuk seperti kubah, Low moor adalah lahan gambut berbentuk cekungan atau bagian depresi yang permukaannya tidak melebihi tepinya.

      Berdasarkan sistem taksonomi tanah, beberapa ahli menyebutkan bahwa tanah gambut termasuk ke dalam tanah Histosol (tanah yang berlapis seperti jaringan). Sedangkan dalam sistem klasifikasi tanah nasional, tanah gambut disebut Organosol (tersusun dari bahan organik).

        Pada waktunya berdasarkan lama waktu, suhu, tekanan dan gangguan yang terjadi padanya, komponen organ ini dapat berubah menjadi batu bara atau minyak.

Karakteristik fisik gambut

       Karakteristik fisik gambut dalam pemanfaatannya untuk pertanian adalah kadar air. Kadar air tanah gambut berkisar antara 100% sampai 1300% dari berat keringnya, artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu kubah gambut mampu mengalirkan air ke areal sekelilingnya.

Berat isi (bulk density).
        Kadar air yang tinggi menyebabkan berat isi menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah. Berat isi tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1g sampai 0,2g per cm kubik tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki berat isi lebih rendah dari 0,1gr per cm kubik, tapi gambut pantai dan gambutdi jalur aliran sungai dapat memiliki beras isi lebih dari 0,2gr per cm kubik karena adanya pengaruh tanah mineral.

Daya menahan beban (bearing capacity).
        Rendahnya berat isi gambut menyebabkan daya menahan beban menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasi peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali roboh.

Subsiden (penurunan permukaan).
        Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut di drainase sehingga terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena penyusutan volume, subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah lahan gambut di drainase, laju subsiden bisa mencapai 50cm. Pada tahun berikutnya, laju subsiden sekitar 2cm sampai 6cm per tahun tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung.

Mengering tidak balik (Irreversible drying).
        Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering dengan kadar air kurang dari 100% atau berdasarkan berat tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering. Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu atau arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambah di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

Sifat kimia Gambut

        Sifat kimia gambut sangat tergantung pada sifat, asal, tumbuhan yang membentuk gambut; keadaan tanah dasarnya; dan tingkat dekomposisi. Kandungan mineral gambut di Indonesia umunya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik.

       Fraksi organik terddiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10% hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein dan senyawa lainnya.

        Tingkat keasaman yang relatif tingga dengan kisaran pH 3 sampai 5.

        Kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat sangat rendah terutama pada gambut tebal.

        Kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tinggi menunjukkan kapasitas absorbsi gambut tinggi, namun kekuatan absorbsi lemah sehingga kation-kation K, Ca, Mg da Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan mudah tercuci.

        Secara alamiah, lahan gambut tidak subur karena unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut.

        Penambahan kation polivalen (Fe, Al, Cu, dan Zn) dapat kurang pengaruh buruk asam-asam organik beracun. Kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa kompleks atau khelat (bahan amelioran gambut).

        Gambut mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup kuat (Khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro.

        Berdasarkan tingkat perombakannya, gambut dikelompokkan dalam 3 bagian, yaitu:

Fibrik.
        Sering juga disebut gambut muda berasal dari onggokan sisa bahan organik yang masih cukup segar dan masih terdeteksi.

Hemik.
        Sering disebut gambut dengan tingkat perombakan menengah.

Saprik.
        Gambut yang sudah mengalami perombakan besar sehingga bagian dari bahan organik tidak dikenali lagi.

        Hutan rawa gambut di Indonesia terbentuk dari dataran aluvial, yakni endapan yang luas terbentuk sepanjang pantai pulau kalimantan, sumatra, dan irian jaya. Sebagai akibat dari bertambahnya partikel tanah lempung dan turunnya permukaan air laut. Hutan bakau yang pada awalnya terbentuk di dataran secara perlahan-lahan digantikan oleh spesies tumbuhan lain sebagai akumulasi bahan organik yang disebabkan adanya perubahan kondisi pertumbuhan. Perlahan-lahan hutan rawa bakau di daerah pasang surut air laut menjadi terangkat dan beralih menjadi hutan rawa gambut.

        Tingkat akumulasi gambut selalu berubah sesuai umur gambut. Gambut yang masih muda terakumulasi maksimal sebanyak 4,7mm per tahun sehingga lama tingkat akumulasi semakin berkurang hingga 2,2mm per tahun. Lapisan gambut kurang dari 130 cm sudah dapat digunakan untuk keperluan pertanian pangan dan perkebunan dengan mempertimbangkan percepatan kematangan, peningkatan kejenuhan basa dengan cara menaikkan pH tanah, mencari jenis dan varietas tanaman yang cocok.

        Lapisan gambut tebal yang berkisar antara 2 m sampai 3 m tidak direkomendasikan dibuka sebagai lahan budidaya tetapi sebagai lahan gambut konservasi dimana ekosistem sudah stabil, flora dan fauna sudah dalam keadaan seimbang. 40% total tanah gambut di dunia ada di amerika utara yakni 1735 km persegi, amerika selatan 112.216 km persegi, afrika 58.405 km persegi, eropa 956.949 km persegi, dan asia 244.465 km persegi di Cina, Malaysia, dan dominan di Indonesia.

        Luas gambut di Indonesia mencapai 27 juta hektar tersebar di pulau Sumatra, Kalimantan dan Irian. Di Sumatra khususnya di Kepulauan Riau lahan gambut mencapai 4 juta hektar. Yang tersebar di sumatra, Kalimantan dan Papua semuanya termasuk ke dalam kelompok low land tropical wet peat soil.

        Gambut dengan ketebalan 0,5 m sampai 1 m cocok untuk lahan pertanian, tanaman pangan atau hortikultura. Gambut dengan ketebalan 1 m sampai 2 m cocok untuk lahan perkebunan khususnya kelapa sawit dan karet.



Sumber: 


Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad