Pembangunan berkelanjutan dalam Pembangunan Bali



          Sebagaimana diuraikan, konsep pembangunan berkelanjutan menurut Emil Salim adalah pembangunan yang secara simultan berkelanjutan secara ekonomi, berkelanjutan secara sosial-budaya, dan berkelanjutan secara lingkungan dalam ruang lingkup global. Selanjutnya, Martopo dan Mitchell (dalam Rai, 2011) merumuskan 7 kriteria pembangunan berkelanjutan untuk Bali:

1)  mempertahankan integritas ekologi dengan mempertahankan sistem penyangga kehidupan, melestarikan keanekaragaman hayati dan pemakaian spesies untuk keberlanjutan ekosistem,
2)    meningkatkan efisiensi dengan mengevaluasi langkah atau metode pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan biaya, tenaga, waktu dan kenyamanan umum,
3) berkeadilan dengan memperjuangkan kesamaan kesempatan dan pengakuan untuk mendapatkan kebutuhan di antara individu dan keluarga, kelompok sosial, atau jender,
4)   mempertahankan integitas budaya dengan membantu pelestarian dan pembaruan tradisi budaya masyarakat Bali seperti diekspresikan dalam agama, seni, dan kelembagaan
5)      meningkatkan partisipasi masyarakat dengan mendorong kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga medapatkan pemerataan dalam pemenuhan kebutuhan dasar,
6)  keterpaduan/keseimbangan/keselarasan dalam rangka tercapainya keterpaduan lebih besar antara faktor-faktor kunci tertentu seperti ekonomi dan lingkungan serta pertanian dan pariwisata,
7)    pembangunan sebagai realisasi potensi yang mendorong kemampuan di semua tingkat, mulai dari tingkat desa sampai ke provinsi dan nasional untuk mengenalkan kebutuhan dan memperbaiki lingkungan hidup.

        Budaya Bali berakar pada budaya agraris. Kebudayaan Bali, pada dasarnya adalah kebudayaan yang bersumber kepada ajaran Agama Hindu, yang didukung oleh adanya kesamaan bahasa, yaitu bahasa Bali. Keterikatan orang Bali sangat kuat pada kelompoknya. Clifford Geertz 1959, dalam Geriya (1996) merumuskan bahwa orang Bali terikat kepada 7 kehidupan sosialnya, yaitu:
1)      kewajiban melakukan pemujaan terhadap pura tertentu,
2)      tempat tinggal bersama,
3)      pemilikan tanah pertanian dalam subak tertentu,
4)      status sosial atas dasar kasta,
5)      ikatan kekerabatan atas dasar hubungan darah dan perkawinan,
6)      keanggotaan sekaa tertentu, dan
7)      suatu kesatuan administrasi tertentu.

        Telah diuraikan, konsep dan kebijaksanaan pembangunan Bali menegaskan pentingnya keterkaitan ketiga sektor prioritas yaitu pariwisata budaya, pertanian dalam arti luas dan industri, serta sangat jelas memberikan arah bahwa proses pembangunan Bali adalah pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial dan lingkungan), dengan tujuan menciptakan kesejahteraan, yaitu peningkatan PDRB yang didukung oleh kehidupan sosial yang baik dalam jangka panjang.

        Lima pendekatan pembangunan Bali adalah pro poor (mengentaskan kemiskinan) pro job (menciptkan lapangan kerja), pro growth (menciptakan pertumbuhan ekonomi), pro environment (menjaga kelestarian lingkungan) dan pro culture (berwawasan budaya).

        Sebagaimana diungkapkan dalam Segnestam 2002, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, maka tema tanah, lebih khusus lagi lahan pertanian, adalah salah satu indikator sangat penting. Sedangkan, mulai RPJM 2002-2005, salah satu kebijakan pembangunan sektor pertanian di Bali adalah mencegah alih fungsi lahan pertanian produktif, antara lain dengan mengembangkan agrowisata melalui peraturan daerah yang diterapkan secara konsekuen.

        Selanjutnya, Rai (2011) menambahkan, bahwa pembangunan pertanian Bali, tidak terbatas sebagai upaya penyediaan pangan, tetapi juga dalam penyediaan produk-produk bagi sektor lain (pariwisata dan industri), bahkan pertanian dengan segala propertinya berperan dalam pelestarian budaya Bali.

        Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan dalam konsep dan praktik pembangunan Bali, tidak bisa dilepaskan dari upaya penjagaan lahan-lahan pertanian. Kehilangan lahan pertanian Bali pada tahap ekstrim, akan menghilangkan keunikan Budaya Bali. Dengan demikian kelestarian lahan pertanian, tidak saja menjadi indikator kelestarian lingkungan, tetapi sekaligus kelestarian sosial dan budaya Bali.




Sumber:
http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/6fdcf13438d4598d1fb41bbdf70eacf0.pdf

Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad