Konsep pembangunan
berkelanjutan dipopulerkan melalui laporan Our Common Future (masa depan
bersama) yang disiapkan oleh World Commission on Environment and Development (Komisi
Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan) yang lebih dikenal dengan Komisi
Bruntland karena diketuai oleh Gro Harlem Bruntland, pada tahun 1987.
Pembangunan Berkelanjutan
diartikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka
(Mitchel dkk, 2007). Komisi ini menetapkan tujuh tujuan pembangunan
berkelanjutan yaitu:
1) memikirkan
kembali makna pembangunan,
2) mengubah
kualitas pembangunan menjadi lebih menekankan pada pembangunan daripada sekadar
pertumbuhan,
3) memenuhi
kebutuhan dasar akan lapangan pekerjaan, energi, air dan sanitasi,
4) menjamin
terciptanya keberlanjutan pada suatu tingkat pertumbuhan penduduk tertentu,
5) mengonservasi
dan meningkatkan sumber daya,
6) mengubah
arah teknologi dan mengelola risiko, dan
7) memadukan
pertimbangan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan.
Namun Boer 1995 (dalam Azis,
2010) mengkritik definisi pembangunan berkelanjutan tersebut, yang menurutnya
masih mengundang permasalahan dalam caring for the earth. Menurutnya definisi
tersebut terlalu antroposentrisme dan utilitarianisme yang menekankan lingkungan
hidup sebagai pendukung (supporting role) dan hanya dilihat sebagai instrumen
atau sumber daya untuk didayagunakan (eksploitasi) oleh manusia dengan
mengesampingkan kebutuhan lingkungan alam. Boer berpendapat lebih tepat
menyebutnya ecologically sustainable development. Dalam definisi ini,
pelestarian daya dukung ekosistem (proses ekologis) mendapat penekanan.
Kelestarian daya dukung merupakan prasyarat tercapainya kualitas hidup generasi
sekarang dan generasi yang akan datang.
Selanjutnya, United Conference
on Envirionmment and Development (UNCED), yang diselenggarakan pada tahun 1992,
menghasilkan lima prinsip utama pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan yaitu; (1) keadilan antargenerasi, (2) keadilan dalam satu generasi,
(3) prinsip pencegahan dini, (4) perlindungan keanekaragaman hayati, dan (5)
internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme insentif.
Konsep pembangunan
berkelanjutan menurut Emil Salim adalah pembangunan yang secara simultan
berkelanjutan secara ekonomi, berkelanjutan secara sosial-budaya, dan
berkelanjutan lingkungan dalam ruang lingkup global (Azis, 2010). Konsep ini
kemudian dijabarkan ke dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1) Mengubah
perspektif pembangunan jangka pendek yang biasanya mengejar keuntungan jangka
pendek yang dilakukan dengan mengeksploitasi sumber daya alam secara intensif
menjadi perspektif pembangunan jangka panjang, yang memandang bukan eksploitasi
tetapi pengayaan sumber daya alam yang akan lebih memberikan manfaat ekonomi dan
sosial lingkungan.
2) Mengubah
orientasi yang semula dominan pada aspek ekonomi menjadi berorientasi sama pada
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
3) Mengubah
kebijakan yang berorientasi pada kepentingan individu menjadi kebijakan yang
berorientasi pada kepentingan publik.
4) Mengoreksi
kegagalan pasar dengan menginternalkan semua biaya eksternal yang berkaitan
dengan pembangunan sosial dan lingkungan
5) Mengoreksi
kegagalan pasar melalui kebijakan tepat pemerintah, yang membutuhkan komitmen
pemerintah secara penuh untuk dapat melayani kepentingan masyarakat dan
lingkungan.
Beberapa inisiatif
internasional telah menghasilkan seperangkat indikator pembangunan
berkelanjutan, di antaranya yang dihasilkan oleh OECD dan Eurostat. Versi
terkini seperangkat indikator tersebut mencakup 11 indikator level 1,
sebagaimana Tabel 2.1. Selanjutnya lebih jauh telah dirumuskan 33 indikator
level 2, dan 78 indikator level 3 dimana level 2 dan level 3 meliputi 29
subtema (Stiglitz, 2011).
Indikator-indikator sebagai
perangkat untuk mengukur keberlanjutan pembangunan dikembangkan sangat
bervariasi di tingkat nasional. Ada indikator yang sangat umum, dan tidak
sedikit yang sangat spesifik. Di antaranya ditunjukkan dalan Tabel 2.1.
Secara lebih operasional UNCSD
Inisiative (dalam Segnestam, 2002), terkait indikator lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan, mengembangkan empat mayor area yang mencakup aspek
sosial, lingkungan, ekonomi dan kelembagaan yang masing-masing disusun oleh
beberapa tema, dan sub tema. Area mayor lingkungan disusun oleh tema atmosfir
(perubahan iklim, pengurangan ozon, kualitas udara), tema tanah (lahan
pertanian, hutan, kekeringan/desertification, urbanization/lahan terbangun),
tema laut dan pantai (zona pantai, nelayan), tema sumber air/fresh-water (jumlah
dan kualitas), tema keanekaragaman hayati (ekosistem dan spesies).
Baca Juga: Teori-teori Perubahan Struktural
http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/6fdcf13438d4598d1fb41bbdf70eacf0.pdf
Comments
Post a Comment