Kebutuhan Akses Di Perdesaan
Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Perdesaan
Suhardjo (2008) menggambarkan bahwa
keterbatasan akses merupakan salah satu dari karakteristik kemiskinan.
Keterbatasan aksesibilitas merupakan bagian dari lingkaran kemiskinan yang
digambarkan Malassis (1975) dalam Bahrum (1995). Rendahnya nilai manfaat
menyebabkan rendahnya investasi fisik dan material serta investasi modal yang berlanjut
terhadap tidak tumbuhnya sektor perekonomian yang menyebabkan kemiskinan. Dan
peningkatan aksesibilitas merupakan salah satu cara untuk memotong siklus
tersebut.
Peningkatan aksesibilitas dapat
dilakukan dengan meningkatkan mobilitas atau mendekatkan fasilitas yang
dibutuhkan kepada masyarakat (proksimitas). Menurut Suhardjo (2008), pendekatan
peningkatan aksesibilitas untuk kawasan perdesaan khususnya dapat dilakukan
melalui intervensi transportasi berupa pembangunan dan peningkatan jaringan
jalan desa, peningkatan pelayanan umum, maupun pembangunan atau relokasi
infrastruktur, serta peningkatan kualitas layanan. Jangkauan terhadap fasilitas
umum dianggap dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin, dan secara
tidak langsung dapat meningkatkan perekonomian kawasan perdesaan.
Akses terhadap kawasan pemerintahan,
fasilitas pendidikan, kesehatan, koperasi, bank, psasr, telekomunikasi dan
informasi, dan berbagai fasilitas lainnya dapat meningkatkan kesempatan kerja,
peningkatan kemampuan dan sumber daya manusia, serta meminimalisir unsur-unsur
kerentanan yang mungkin dihadapi akibat perangkap kemiskinan. Oleh karenanya,
aksesibilitas dianggap menjadi salah satu faktor penting untuk menjawab
permasalahan kemiskinan yang ada. Peningkatan aksesibilitas dapat mendukung 4
pilar strategi penanggulangan kemiskinan yang umumnya terjadi di kawasan perdesaan
yaitu :
1. Perluasan kesempatan,
2. Pemberdayaan masyarakat miskin,
3. Peningkatan kemampuan (human
capital), dan
4. Perlindungan sosial (Suhardjo,
2008).
Pembangunan Infrastruktur Oleh
Pemerintah Terhadap Perkembangan Ekonomi
Infrastruktur dalam berbagai
pendekatannya dapat menjadi pendorong perkembangan wilayah baik secara ekonomi
maupun spasial, maupun membatasi perkembangan suatu wilayah. Secara ekonomi,
peran infrastruktur sehingga dalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika
Serikat oleh Aschauer pada tahun 1989 dan Munnell pada tahun 1990 menunjukkan
bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap perkembangan ekonomi,
adalah sebesar 60% Dikun (2003).
Namun pengaruh pembangunan
infrastruktur terhadap perkembangan ekonomi juga dipengaruhi oleh metode
pelaksanaan pembangunan infrastruktur tersebut. Pengaruh pembangunan
infrastruktur oleh pemerintah terhadap perkembangan ekonomi dianggap sebagai
salah satu fenomena penting dalam perekonomian. Kegiatan pembangunan infrastruktur
oleh pemerintah secara langsung maupun tidak langsung memungkinkan terjadi
peningkatan output melalui interaksi dengan sektor swasta.
Lin (1994) menjelaskan bahwa tingkat perkembangan yang tinggi dapat dicapai
melalui pengeluaran pemerintah pada tingkat yang tinggi pula. Sehingga
perkembangan ekonomi menjadi berlipat dibandingkan pengaruh yang diberikan dari
pembangunan infrastruktur oleh masyarakat (swadaya) atau sektor privat
(swasta).
Namun Barro (1990) juga menegaskan
bahwa pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pengaruhnya tergantung jenis
investasinya. Pembangunan yang berdampak terhadap peningkatan nilai-nilai
produksi dan investasi yang menumbuhkan multiplier effect mempunyai
pengaruh yang positif. Namun disisi lain, terdapat bentuk investasi yang justru
menghambat dari proses perkembangan ekonomi yang telah ada. Infrastruktur
selain dianggap sebagai katalis, juga berperan sebagai penghambat. Dalam
beberapa kasus, faktor-faktor penghambat dilakukan dalam rangka membatasi
pertumbuhan suatu wilayah dengan membangun infrastruktur sebagai batas yang
imaginer seperti halnya jalan lingkar yang banyak dibangun di berbagai kota.
Bentuk-bentuk pembangunan infrastruktur
yang berpengaruh langsung terhadap proses produksi misalnya adalah pembangunan
jaringan irigasi pada kawasan perdesaan pertanian. Keberadaan irigasi dapat
meningkatkan produksi pertanian yang secara langsung memberikan dampak terhadap
perkembangan ekonomi kawasan. Dampak lainnya adalah naiknya nilai aset akibat
dari pembangunan infrastruktur. Infrastruktur dapat meningkatkan nilai ekonomi
suatu lahan yang diukur sebagai pertambahan nilai aset.
Selain itu, infrastruktur yang
meningkatkan aksesibilitas masyarrakat terhadap fasilitas juga dinilai sebagai
nilai tambah ekonomi. Peningkatan nilai akses menyebabkan masyarakat lebih
mudah mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dapat meningkatkan
kualitas hidup masyarakat tersebut. Dalam studi investasi sumber daya manusia,
Schultz (1961) menuturkan peningkatan sumber daya manusia menjadikan manusia
memiliki lebih banyak pilihan untuk terciptanya peningkatan kesejahteraan. Kesehatan
dan pendidikan bukan merupakan sekedar input fungsi produksi namun juga merupakan
tujuan pembangunan yang fundamental (Sjafii, 2009).
Baca Juga: Perkembangan Ekonomi Kawasan Perdesaan
Sumber:
http://eprints.undip.ac.id/40198/6/08---bab2.pdf
Comments
Post a Comment