Penyuluhan Pertanian - Pengertian Penerima Manfaat, Karakteristik Penerima Manfaat, dan Pengertian Respon
Penyuluhan
merupakan proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan
memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang
partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders
(individu, kelompok, kelembagaan, yang terlibat dalam proses pembangunan), demi
terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif
yang semakin sejahtera secara berkelanjutan (Mardikanto, 2008).
Dalam Undang-Undang
No. 16 Tahun 2006, penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku
utama dan pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya
lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran
dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Menurut Van den Ban dan Hawkins
(1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi
informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat
sehingga bisa membuat keputusan yang benar.
Menurut
Suhardiyono (1989), penyuluhan merupakan suatu proses pendidikan, proses
demokrasi dan proses yang terus menerus (kontinu), dan Salmon Padmanegara dalam
Suhardiyono (1989) mengatakan penyuluhan pertanian diartikan sebagai sistem
pendidikan di luar sekolah (non formal) untuk para petani dan keluarganya agar
mereka mampu, sanggup dan berswadaya meningkatkan kesejahteraannya dan masyarakatnya.
Menurut Rogers (1983) dalam Mardikanto (1993), penyuluh diartikan
sebagai seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban
untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran
penyuluhan untuk mengadopsi inovasi.
Penyuluhan adalah suatu proses penyebarluasan
informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara petani dan
berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan
perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan
pertanian. Dengan adanya penyuluhan dan bimbingan diharapkan petani termotivasi
selanjutnya mau mempertimbangkan inovasi yang diadopsi, yaitu:
(1) secara
teknis memungkinkan,
(2) secara
ekonomi menguntungkan,
(3) secara sosial
memungkinkan dan
(4) sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah. (Jafar Hafsah, 2009)
Pengertian Penerima Manfaat
Dalam praktek
penyuluhan, penerima manfaat (receiver) diperankan oleh para petani (Beneficaries).
Petani adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun
polikultur dengan komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan
dan atau perkebunan (Departemen Pertanian, 2002). Dalam pengertian “penerima
manfaat” tersebut, terkandung makna bahwa :
1. Berbeda
dengan kedudukanya sebagai “sasaran”, masarakat sebagai penerima manfaat
memiliki kedudukan setara dengan penentu kebijakan, fasilitator dan pemangku
kepentingan pembangunan yang lain.
2. Penerima
manfaat bukanlah obyek atau “sasaran tembak” yang layak dipandang rendah oleh
penentu kebijakan dan para fasilitator, melainkan ditempatkan pada posisi
terhormat yang perlu dilayani dan atau difasilitasi sebagai rekan sekerja dalam
mensukseskan pembangunan.
3. Berbeda
dengan kedudukanya sebagai “sasaran” yang tidak punya pilihan atau kesempatan
untuk mengkritisi atau menawar setiap pesan/materi yang disampaikan, selain
harus menerima atau menawar setiap pesan/ materi yang disampaikan, selain harus
menerima/ mengikutinya, penerima manfaat memiliki posisi tawar yang harus
dihargai untuk menerima atau menolak informasi/ inovasi yang disampaikan
fasilitatornya.
4. Penerima
manfaat tidak berada dalam posisi di bawah penentu kebijakan dan atau para
fasilitator, melainkan dalam kedudukan setara dan bahkan sering justru lebih
tinggi kedudukanya, dalam arti harus lebih didengar dan diperhatikan oleh
fasilitator terkait dengan pesan/ materi dan metoda yang diterapkan.
5. Proses
belajar yang berlangsung antara fasilitator dan penerima manfaat bukanlah
bersifat vertikal (fasilitator menggurui penerima manfaatnya), melainkan proses
belajar bersama yang bersifat partisipatif.
Karakteristik Penerima Manfaat
Karakteristik
individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang. Karakteristik
ini mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi yang
lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1971). Karakteristik penerima manfaat penting
untuk diketahui, hal ini sangat berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan penyuluhan
terutama kaitanya terhadap pemilihan dan pemantapan : materi, metoda, waktu,
tempat dan perlengkapan yang diperlukan.
Menurut Rogers
(1985) karakteristik petani dapat dilihat dari :
1)
Karakteristik sosial, yang mencakup : umur, tingkat pendidikan non formal .
2)
Karakteristik ekonomi, yang meliputi: kepemilikan, pengalaman usahatani dan
luas lahan.
Umur
Padmowiharjo
(1994) mengatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi yang
diakibatkan umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan
kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme
belajar dan pemahaman otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu.
Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainya. Selanjutnya wiraatmadja
(1986) mengemukaan bahwa umur petani akan mempengaruhi petani dalam menerima
hal-hal baru.
Umur merupakan
suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur
menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman
tindakanya berdarsarkan usia yang dimiliki (Halim, 1992). Kelompok usia produktif
menurut Rochaeti dkk (1992) adalah petani yang secara potensial memiliki kesiapan
dan menghasilkan pendapatan untuk mendukung kehidupan dirinya, keluarganya dan
masarakatnya. Soeharjo dan Patong (1984) mengemukaan bahwa kemampuan kerja
petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkatagorikan
umur berdarsarkan kelompoknya dimana kisaran 0-14 tahun adalah umur non
produktif, 15-54 umur produktif dan kisaran 55 ke atas adalah umur kurang produktif.
Luas lahan
Lahan
merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi
dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai
peranan sangat penting bagi petani (Mosher, 1965). Lion Berger dalam Mardikanto
(1993) penguasaan lahan yaitu luas lahan yang diusahakan. Luas sempitnya lahan
berpengaruh pada sistem pertanian yang dilakukan. Petani dengan kepemilikan
lahan yang rata-rata luas akan lebih mudah menerima perubahan dalam sistem
usahatani. Biasanya semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin cepat dalam
mengadopsi karena memiliki kemampuan ekonomi lebih baik.
Kepemilikan
Menurut Wiradi
dalam Rahmat, M. (2000), penguasaan tanah merupakan tatanan dan prosedur yang
mengatur hak dan kewajiban dari individu atau kelompok dalam penggunaan dan
pengawasan atas tanah. Penguasaan lahan di Indonesia beragam bentuknya. Status
hak atas tanah yang ditetapkan oleh UUPA (Undang-Undang Pokok Agragria) adalah:
(a) hak milik
(b) hak guna
usaha (HGU)
(c) hak guna bangunan
(HGB)
(d) hak pakai
(e) hak sewa
(f) hak
membuka tanah
(g) hak memungut
hasil hutan
(h) hak-hak
lain yang tidak termasuk ke dalam hak-hak tersebut yang akan di tetapkan dengan
undang-undang. Namun pada status kepemilikan lahan petani istilah status
kepemilikan lahan terbagi menjadi tiga, yaitu :
(1)
Pemilik-Penggarap
Petani
pemilik-penggarap ialah petani yang memiliki lahan usaha sendiri serta lahannya
tersebut diusahakan atau digarap sendiri, status lahannya disebut lahan milik.
(2) Penyakap
(penggarap).
Petani
penyakap ialah petani yang menggarap tanah milik petani lain dengan sistem bagi
hasil yang diberikan penyakap kepada pemilik tanah ada yang setengahnya atau
sepertiga dari hasil padi yang diperoleh dari hasil yang lahan digarapnya.
(3) Buruh
Tani.
Buruh tani
ialah petani yang tidak mempunyai lahan usahatani sendiri milik, buruh tani
biasanya bekerja di lahan usahatani petani pemilik dengan mendapatkan upah,
baik yang berupa uang atau berupa barang hasil usahatani, seperti beras atau makanan
lainnya.
Status
kepemilikan lahan yang beragam akan mempengaruhi karakteristik – karakteristik
antara lain : Jaminan akses untuk jangka panjang, kemudahan membuat keputusan
berkaitan dengan pemanfaatan lahan, kemudahan ikut serta dalam pembentukan
kelompok, kemudahan pemerintah dalam campur tangan penyuluhan, bantuan kredit,
maupun investasi langsung (Pakpahan, 1992). Dengan demikian status kepemilikan
lahan sangat berpengaruh terhadap efektivitas petani dalam
menerima suatu
inovasi.
Tingkat
Pendidikan Non Formal
Pendidikan
adalah proses yang dilakukan secara sadar baik formal maupun informal yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pembentukan kepribadian. Rendahnya
tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat adaptivitas masyarakat terhadap
modernisasi, mereka lebih cenderung mempertahankan polapola yang sudah ada,
yang sudah pasti dan yang telah mereka kenal dengan baik. Adanya suatu
perubahan dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak pasti dan mengandung resiko.
Biasanya bersedia melakukan perubahan apabila ada jaminan bahwa perubahan
tersebut akan membawa hasil yang lebih baik bagi mereka (Khaeruddin, 1992).
Mardikanto (1990), menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara
dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani.
Pendidikan
yang relatif tinggi dan banyak mendapatkan pelatihan menyebabkan petani lebih
dinamis. Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di
luar sistem pendidikan formal bagi kelompok orang untuk memenuhi keperluan
khusus. Pendidikan non formal dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan
standart kehidupan dan produktivitas kegiatan usaha yang dilakukan oleh
masyarakat pedesaan (Suhardiyono, 1989).
Pengertian Respon
Respon adalah
Setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respon)
terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Gulo (1996), respon
adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan
hasil stimulus tersebut. Individu manusia berperan serta sebagai pengendali
antara stimulus dan respon sehingga yang menentukan bentuk respon individu
terhadap stimulus adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri (Azwar, 1988).
Interaksi antara beberapa faktor dari luar berupa objek, orang-orang dan dalam berupa
sikap, mati dan emosi pengaruh masa lampau dan sebagiannya akhirnya menentukan
bentuk perilaku yang ditampilkan seseorang.
Respon
seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif (Azwar,
1988). Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk
menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi
objek tersebut.
1. Pengertian
Kognisi (Pengetahuan)
Istilah
kognisi berasal dari kata cognoscare yang artinya mengetahui. Aspek kognisi
banyak mempermasalahkan bagaimana cara memperoleh pemahaman tentang dirinya dan
lingkungannya, serta bagaimana dengan kesadaran itu ia berinteraksi dengan
lingkungannya. Setiap perilaku sadar manusia didahului oleh proses kognisi yang
memberi arah terhadap perilaku dan setiap lahiriahnya baik dirasakan maupun tidak
dirasakan.
2. Pengertian
Afeksi (Sikap)
Sikap
merupakan kecenderungan untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap timbul dari pengalaman tidak
dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Sikap mempunyai daya dorong
atau motivasi dan bersifat evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau
tidak menyenangkan. Objek sikap dirasakan adanya motivasi, tujuan, nilai dan kebutuhan.
Sayogo dan
Fujiwati (1987) mengemukakan bahwa sikap merupakan kecenderungan yang berasal
dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu terhadap
suatu objek berupa manusia, hewan atau benda akibat pendirian atau persamaannya
terhadap objek tersebut.
3. Pengertian
Psikomotorik (Tindakan)
Jones dan
Davis dalam Sarlito (1995) memberi definisi tindakan yaitu keseluruhan respon
(reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang mempunyai akibat (efek)
terhadap lingkungannya. Suatu tindakan dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan
dan diarahkan pada pencapaian sesuatu agar kebutuhan tersebut terpenuhi.
Tindakan yang
ditujukan oleh aspek psikomotorik merupakan bentuk keterampilan motorik yang
diperoleh peternak dari suatu proses belajar (Samsudin, 1977). Psikomotorik
yang berhubungan dengan kebiasaan bertindak yang merupakan aspek perilaku yang
menetap (Rahmat, 1989).
Sumber:
Comments
Post a Comment