Perkembangan Ekonomi Kawasan Perdesaan - Pendapatan Desa Per Kapita, Pendapatan Masyarakat, Diversifisikasi Ekonomi, Pendapatan Perkapita dan Neraca Sumberdaya Ekonomi Lahan, dan Diversifikasi Ekonomi
Kawasan Perdesaan memiliki peran yang
penting dalam mendukung pembangunan nasional. Kemandirian pembangunan kawasan
perdesaan merupakan salah satu pendekatan dalam pembangunan kawasan perdesaan
dalam mendorong perkembangan ekonomi di kawasan
desa dengan memanfaatkan potensi yang ada di wilayah tersebut. Perkembangan ekonomi
kawasan perdesaan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan kawasan perdesaan
terhadap kota, dan menguatkan peran desa sebagai pusat produksi dan kebutuhan
sumberdaya pembangunan.
Membangun hubungan keterkaitan antar
desa-kota juga merupakan salah satu cara yang ditempuh sebagai suatu upaya
pembangunan wilayah perdesaan, dimana peran desa dikuatkan sebagai pusat
produksi dan sumberdaya. Keterkaitan tersebut dapat mengurangi ketergantungan
kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan, dan mengurangi angka urban
masyarakat dari desa ke kota. Diharapkan pola tersebut mendorong perkembangan ekonomi
desa dan mendorong permerataan ekonomi antara desa dan kota. Dalam hubungan
yang lebih intensif, hubungan desa-kota tersebut dapat berupa interaksi spasial
antar subsistem rantai agribisnis/agroindustri (Rustadi, 2007).
mengukur perkembangan ekonomi
kawasan perdesaan, Adisasmita (2006) menawarkan beberapa pendekatan. Adapun
beberapa pendekatan dalam mengukur perkembangan ekonomi kawasan perdesaan
adalah sebagai berikut:
Pendapatan Desa Per Kapita
Pendapatan desa perkapita digunakan
sebagai salah satu pendekatan untuk melihat proporsi pendapatan suatu desa
terhadap jumlah penduduk desa. Pendapatan desa menggunakan prinsip pendapatan domestik
bruto, dihitung dengan jumlah produksi total. Jumlah produksi total tersebut
dikonversi dalam nilai total rupiah dan dibagi dengan jumlah pendapatan. Dalam
penelitian ini, mengingat variabel pertumbuhan penduduk yang sedikit, maka
digunakan pendekatan neraca sumberdaya ekonomi lahan.
Pendapatan Masyarakat
Pendapatan masyarakat dalam pendekatan
Adisasmita (2006) terkait dengan ketimpangan pendapatan yang terjadi di
masyarakat. Dengan kata lain, perkembangan ekonomi perdesaan harus diikuti oleh
pemerataan pendapatan di masyarakat. Dalam keadaan ekstrim dimana pendapatan
terdistribusi secara merata, 40 persen populasi terbawah akan menerima 40
persen pendapatan, dan 20 persen populasi teratas menerima 40 persen total
pendapatan. Dalam penelitian ini, aspek pendapatan dilihat berdasarkan distribusi
pendapatan pada masing-masing kelompok penduduk yang terdampak oleh pembangunan
infrastruktur karena infrastruktur yang dibangun merupakan infrastruktur dengan
pelayanan tersier sehingga diduga tidak memberikan dampak secara menyeluruh terhadap
kawasan desa.
Diversifisikasi Ekonomi
Diversifikasi ekonomi atau perubahan
struktur perekonomian daerah perdesaan dilihat berdasarkan perubahan struktur
ekonomi perdesaan. Dalam beberapa dekade terakhir, perluasan kawasan perkotaan
dan pembukaan akses kawasan perdesaan mengubah struktur ekonomi kawasan
perdesaan tidak lagi berat pada sektor pertanian. Hal tersebut tampak pada
kawasan-kawasan perdesaan yang mempunyai ciri perkotaan, atau biasa disebut sebagai
desa kota. Dalam penelitian ini, diversifikasi ekonomi ditilik berdasarkan perubahan
struktur mata pencaharian penduduk desa.
Pendapatan Perkapita dan
Neraca Sumberdaya Ekonomi Lahan
Neraca sumberdaya lahan merupakan model
penghitungan nilai ekonomi yang dapat dihasilkan oleh masing-masing lahan.
Pendapatan perkapita yang mengkonversi jumlah pendapatan total terhadap jumlah
penduduk disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian dan variabel nfrastruktur, sehingga digunakan model
penghitungan neraca ekonomi sumberdaya lahan. Model neraca ekonomi sumberdaya
lahan mampu menunjukkan nilai ekonomi masing-masing blok lahan, sehingga dapat
dilihat keterkaitannya terhadap pembangunan infrastruktur.
Menurut Suhardjo (2008), sumberdaya
lahan merupakan modal utama pembangunan daerah. Pemanfaatan sumberdaya lahan
dilaksanakan dengan menyesuaikan aspek ekonomi dan kelestarian secara
berimbang. Berdasarkan perhitungan neraca sumber daya lahan, dapat dilihat nilai
ekonomi suatu lahan dengan pada periode waktu tertentu. Nilai ekonomi suatu
lahan dipengaruhi oleh nilai manfaat yang melekat pada lahan tersebut yang diciptakan
oleh akses, sumber daya yang dimiliki, serta aspek lain seperti lokasi.
Pembangunan infrastruktur dan masuknya
teknologi dapat berdampak pada bertambahnya nilai guna lahan. Pembangunan
irigasi pada kawasan perdesaan yang berbasis pada sektor pertanian menyebabkan
naiknya kemampuan produksi baik produktivitas maupun frekuensi produksi.
Berdasarkan penghitungan neraca ekonomi lahan sawah, nilai ekonomi lahan sawah
berbanding lurus terhadap luas lahan, produktivitas, frekuensi, serta harga
satuan. Dengan membandingkan terhadap progarm pembangunan infrastruktur di
perdesaan, dapat dilihat apakah infrastruktur yang dibangun memberikan tambahan
nilai manfaat, yang dalam hal ini adalah meningkatkan nilai
ekonomi suatu lahan.
Adapun pada penelitian ini,
penghitungan nilai ekonomi sumberdaya lahan didasarkan pada penghitungan
menggunakan model perhitungan nilai ekonomi sumberdaya lahan yang dikembangkan
oleh Suhardjo (2008). Dalam melakukan analisa, dibutuhkan banyak data
berdasarkan jenis lahan yang dihitung. Adapun kebutuhan data tersebut bersumber
dari data-data sekunder di instansi dan lembaga terkait, maupun data-data dari
artikel dan surat kabar. Adapun kebutuhan data dan model penghitungan nilai
ekonomi sumberdaya lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut
Model penghitungan neraca sumberdaya
ekonomi lahan pada Tabel 2.1 tersebut dihitung berdasarkan nilai ekonomi yang
dihasilkan oleh masing-masing lahan dalam satu satu tahun. Artinya,
masing-masing lahan dapat memiliki nilai ekonomi yang berbeda, tergantung nilai
komoditas, kemampuan berproduksi, dan luasan lahan tersebut dalam satu tahun.
Diversifikasi Ekonomi Kawasan
Perdesaan
Menurut Suhardjo (2008), struktur
ekonomi perdesaan di Indonesia, khususnya di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) telah berubah dalam tiga dasawarsa terakhir, terutama apabila
dilihat dari sisi pendapatan dan kesempatan kerja. Di DIY, investasi infrastruktur
perdesaan telah mendorong mobilisasi penduduk perdesaan utuk memperoleh kesempatan
kerja di desa-desa lain atau kota-kota lain dalam jarak jangkauannya untuk berkomutasi.
Akibatnya, pendapatan dari sektor non pertanian justru lebih tinggi dibandingkan
dengan sektor pertanian.
Suhardjo mengemukakan bahwa
diversifikasi perdesaan di DIY memunculkan interpretasi baru terhadap kawasan
perdesaan sebagai berikut:
1. Diversifikasi perdesaan dipandang
sebagai awal terjadinya marginalisasi ekonomi.
Dalam pandangan ini, diversifikasi
perdesaan dianggap terjadi akibat tenaga kerja terlempar keluar dari sektor
pertanian tanpa ada faktor penarik dari pertanian. Di DIY, dengan karakteristik
pertanian kecil, pekerjaan non pertanian diambil dalam rangka memenuhi
keanekaragaman pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan subsiten.
2. Diversifikasi perdesaan di Jawa
dianggap sebagai akumulasi kapital.
Pandangan ini dinilai merupakan
pandangan yang lebih optimis, dimana proses akumulasi kapital merupakan pijakan
untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih lanjut (Svensson, 1991).
Davis (2003) menyebutkan ada enam
faktor yang menentukan partisipasi dan pendapatan rumah tangga non pertanian,
yaitu :
1. Pendidikan dan ketrampilan,
2. Modal sosial,
3. Etnitas dan kasta,
4. Dinamika gender,
5. Modal finansial, serta
6. Infrastruktur fisik dan informasi.
Sedangkan menurut Suhardjo, penelitian
oleh Poaposangkron yang dilakukan di Thailand, menunjukkan bahwa pertumbuhan
pekerjaan di sektor non pertanian juga dipengaruhi oleh pertumbuhan di sektor
pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian yang positif menunjukkan korelasi
dengan berkembangnya sektor non pertanian yang produktif. Sebaliknya, apabila pertumbuhan
sektor pertanian negatif, maka petani miskin memasuki sektor non pertanian dengan
produktivitas yang rendah.
Dalam pendekatan yang sederhana,
diversifikasi ekonomi perdesaan ini dapat dilihat dari sisi perubahan mata
pencaharian masyarakat. Perubahan mata pencaharian masyarakat memberikan
gambaran respon masyrakat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi
perekonomian setempat. Berkembangnya sektor industri rumah tangga misalnya
mengubah proporsi mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi buruh atau
pedagang. Dari pandangan stuktur ekonomi, terjadi perubahan struktur dimana sektor
pertanian mulai ditinggalkan.
Sumber:
http://eprints.undip.ac.id/40198/6/08---bab2.pdf
Comments
Post a Comment