Pertanian Organik dan Pertanian Anorganik/ Konvensional



Pertanian Organik 

        Prinsip-prinsip pertanian organik menjadi dasar dalam penumbuhan dan pengembangan pertanian organik. Menurut IFOAM (2008) prinsip-prinsip pertanian organik adalah :

(1) Prinsip kesehatan : pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan;

(2) Prinsip ekologi : Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan, yang bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Siklussiklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal;

(3) Prinsip keadilan : Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama; dan

(4) Prinsip perlindungan : Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

        Menurut Badan Standardisasi Nasional (2002), "Organik" adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi. Pertanian organik didasarkan pada penggunaan masukan eksternal yang minimum, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetis.

        Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun beberapa cara digunakan untuk mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah dan pedagang pangan organik harus patuh pada standar untuk menjaga integritas produk pertanian organik. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas komunitas interdependen dari kehidupan di tanah, tumbuhan, hewan dan manusia.

Pertanian Anorganik/ Konvensional

         Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada. Sistem pertanian tradisional salah satu contohnya adalah sistem ladang berpindah. Sistem ladang berpindah telah tidak sejalan lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk. Sistem pertanian Revolusi Hijau juga dikenal dengan sistem pertanian yang konvensional.

         Program Revolusi hijau diusahakan melalui pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi dari varietas yang ada. Varietas tanaman yang dihasilkan adalah yang responsive terhadap pengairan dan pemupukan, adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit. 

        Gagasan tersebut telah merubah wajah pertanian dunia, tak terkecuali wajah pertanian Indonesia. Perubahan yang nyata adalah bergesernya praktik budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional menjadi praktik budidaya yang modern dan semi-modern yang dicirikan dengan maraknya pemakaian input dan intensifnya eksploitasi lahan.

        Hal tersebut merupakan konsekwensi dari penanaman varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan dan resisten terhadap penggunaan pestisida dan herbisida. Berubahnya wajah pertanian ini ternyata diikuti oleh berubahnya wajah lahan pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik, pestisida, dan herbisida serta tindakan agronomi yang intensif dalam jangka panjang (Anonymous, 2010).

         Pertanian anorganik atau pertanian konvensional merupakan pertanian yang menggantungkan input produksi dari bahan-bahan kimia. Sutanto (2002) menjelaskan pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Paket pertanian anorganik tersebut yang memberikan hasil panen tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian anorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Hasil produk pertanian organik juga berbahaya bagi kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia.

         Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut (Winangun, 2005) :

a. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen;

b. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan;

c. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan;

d. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture);

e. Peningkatan daya ketahanan organisme penganggu terhadap pestisida;

f. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik;


g. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pertanian.



Sumber:
umm - jiptummpp gdl geanghofar 47160 3 bab2

Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad