Monzer
Kahf, dalam buku Ekonomi Islam menjelaskan panjang lebar tentang motif-motif
produksi. Menurutnya, Produksi merupakan pengambilan manfaat dari setiap
partikel pada alam semesta adalah merupakan tujuan ideologik umat muslim. Hal
ini jelas karena merupakan kewajiban keagamaan bagi manusia terhadap dunia dan
ia secara langsung bersumber pada pandangan Islam mengenai manusia dan alam
semesta. Karena Islam mengancang tujuan ini dengan dua sasaran, yaitu ajaran
etik (ahlak) dan hukum. Dalam pandangan Islam, Produksi merupakan upaya untuk
meningkatkan tidak hanya kondisi materialnya tetapi juga moralnya dan sebagai
sarana untuk mencapai diakhirat kelak.
Pentingnya
suatu kegiatan produksi diatur dalam Q.S Al-Baqarah ayat 22:
“Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap Dia
menurunkan air (Hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.
Kegiatan
produksi menurut siddig sebagaimana yang dikutip M.Nur Rianto didefinisikan
sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan
kemanfaatan (Mashlahah) bagi masyarakat. Berdasarkan definisi diatas
terlihat bahwa kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi islam adalah terikat
dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi.
Secara
garis besar setiap kepentingan manusia yang sesuai dengan aturan dan prinsip
syariat harus menjadi target dari suatu kegiatan produksi, dimana produksi
adalah proses mencari, mengalokasikan, dan mengolah sumber daya menjadi output
dalam rangka meningkatkan dan memberi maslahah bagi manusia.
Tujuan Produksi dalam Ekonomi Islam
Tujuan
Kegiatan Produksi adalah meningkatkan kemaslahatan yang bisa diwujudkan dalam
berbagai bentuk diantaranya :
1.
Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat (Pertengahan)
Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan
kebutuhan manusia pada tingkat moderat (pertengahan). Hal ini akan menimbulkan
dua implikasi yaitu pertama. Produsen hanya menghasilkan barang dan jasa
yang menjadi kebutuhan. Kedua, kuantitas produk yang diproduksi tidak
akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar.
2.
Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya
Meskipun produsen hanya menyediakan sarana kebutuhan
manusia, namun hal ini bukan berarti produsen bersifat pasif dan aktif terhadap
kebutuhan manusia, yang mau memproduksi hanya berdasarkan permintaan konsumen. Produsen
harus mampu menjadi sosok yang kreatif, proaktif, dan inovatif dalam menemukan
barang dan jasa apa yang menjadi kebutuhan manusia dan memenuhi tersebut.
3.
Menyiapkan persediaan barang/jasa di masa depan
Sikap proaktif ini juga harus
berorientasi ke depan dalam artian: Pertama harus mampu menghasilkan
barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan dimasa mendatang. Kedua,
menyadari bahwa sumber daya ekonomi tidak hanya diperuntukan bagi manusia yang
hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang.
4.
Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial ibadah kepada Allah
Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi
kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah, dan inilah tujuan produksi yang tidak
akan mungkin dapat tercapai dalam ekonomi konvensional yang bebas nilai. Tujuan
produksi adalah mendapatkan berkah yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh
produsen itu sendiri. Tujuan ini akan membawa implikasi yang luas, sebab
produksi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan materil, namun harus mampu
pula memberikan keuntungan bagi orang lain dan agama.
Dalam
perusahaan ekonomi dalam Islam menegaskan beberapa tujuan usaha dalam Islam,
yaitu:
1.
Pemerintah kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar
2.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga
3.
Bekal untuk generasi mendatang
4.
Bekal untuk anak cucu
5.
Bantuan kepada masyarakat, dalam rangka beribadah kepada Allah.28
Prinsip-Prinsip Produksi
Beberapa
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam proses produksi, antara lain dikemukakan
oleh Muhamad Al-Mubarak dalam kitabnyan Nizam Al-Islami Al-Igtishad : Mabadi Wa
Qawa‟id Ammah, sebagai berikut:
1. Dilarang
memproduksi dan memperdagankan komoditas yang tercela karena bertentangan
dengan syari‟ah (haram).
2. Dilarang
melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kezaliman.
3. Segala bentuk
penimbunan (ikhtiar) terhadap barang-barang kebutuhan bagi masyarakat, adalah
dilarang sebagai perlindungan Syariah terhadap konsumen dari masyarakat. Pelaku
penimbunan, menurut Yusuf Kamal, mengurangi tingkat produksi untuk menguasai
pasar, sangat tidak menguntungkan bagi konsumen dan masyarakat karena
berkurangnya suplai dan melonjaknya harga barang.
4. Memelihara
lingkungan, manusia memiliki keungulan dibandingkan mahluk lain ditunjuk
sebagai wakil khalifah Allah di muka bumi bertugas menciptakan kehidupan dengan
memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada di muka bumi.
Nilai-Nilai Islam Dalam Produksi
Nilai-nilai
Islam dalam produksi meliputi:
a. Berwawasan jangka
panjang, hal ini berarti produsen dalam memproduksi tidak hanya berorientasi
keuntungan jangka pendek namun juga harus berorientasi jangka panjang.
b. Menepati janji
dan kontrak. Seorang produsen muslim tidak akan pernah menghianati kontrak
kerja yang disepakati demi mencari keuntungan yang lebih besar.
c. Memenuhi takaran,
ketepatan, kelugasan, dan kebenaran. Seorang produsen muslim harus jujur dalam
menakar, hal ini akan berimbas pada peningkatan kepercayaan konsumen kepada
produsen.
d. Berpegang teguh
pada kedisiplinan dan dinamis. Seorang produsen harus didisiplin dalam bekerja,
sehingga ia mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak kerjanya.
e. Memuliakan
prestasi atau produktivitasnya. Semakin tinggi tingkat produktivitasnya, maka
akan semakin besar pula reward yang diterima individu tersebut.
f. Mendorong ukhuwah
antar sesama pelaku ekonomi. Persaingan yang terdapat dalam islam bukanlah
persaingan yang harus saling mematikan, namun persaingan yang tetap menjujung
tinggi prinsip dan aturan syariat.
g. Menghormati hak
milik individu. Tidak boleh seorang produsen muslim mengambil hak milik
individu secara paksa.
h. Mengikuti syariat
sah dan rukun akad/transaksi
i. Adil dalam
bertransaksi, tidak boleh ada eksploitan dalam ekonomi Islam. Kedua belah pihak
harus berada pada posisi yang seimbang.
j. Memiliki wawasan
sosial, harus ada dana yang dialokasikan bagi keperluan sosial dan dijalan
Allah.
k. Pembayaran upah
tepat waktu dan layak, tidak boleh mengeksploitan hak-hak karyawan. Sebab dalam
Islam diharuskan membayar hak karyawan sebelum keringatnya kering.
l. Menghindari Jenis
dan produksi yang diharamkan dalam Islam, meskipun produksi barang yang
diharamkan dalam Islam mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
Sumber:
http://repository.uinbanten.ac.id/1380/4/BAB%20II.pdf
Comments
Post a Comment