Kebutuhan yang paling mendasar
bagi sumber daya manusia suatu bangsa adalah pangan. Ketersediaan pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup diperlukan dalam mencapai ketahanan pangan.
Selain itu juga terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi
setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu (Saliem,
2002). Selain itu, pengertian pangan juga menekankan pada kandungan dari bahan
pangan yang memberikan manfaat kepada tubuh dalam pertumbuhan, memperbaiki
kerusakan, dan menjaga kelancaran fungsi vital serta sebagai sumber energi.
Dalam Undang Undang No. 18
Tahun 2012 tentang Pangan, pangan didefinisikan segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyimpanan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Dalam Undang-Undang tersebut juga disebutkan bahwa peran negara dalam
penyediaan pangan merupakan hak bagi masyarakat.
Pangan Pokok
Pangan pokok merupakan salah
satu kebutuhan primer manusia. Banyak ragam pangan pokok yang dapat dikonsumsi
manusia. Hampir setiap daerah memiliki pangan pokok sendiri-sendiri. Penentuan
jenis pangan yang dikonsumsi sangat tergantung pada beberapa faktor, di
antaranya jenis tanaman penghasil bahan pangan pokok yang biasa ditanam di
daerah tersebut serta tradisi yang diwariskan oleh budaya setempat. Perilaku konsumsi
pangan masyarakat dilandasi oleh kebiasaan makan (food habit) yang tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan keluarga melalui proses sosialisasi. Kebiasaan
makan tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan ekologi (ciri tanaman pangan,
ternak dan ikan yang tersedia dan dapat dibudidayakan setempat), lingkungan
budaya dan sistem ekonomi (Hidayah, 2011).
Dalam Undang Undang No. 18
Tahun 2012 tentang Pangan, pangan pokok telah didefinisikan secara eksplisit
dengan peruntukan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi
sumber daya dan kearifan lokal. Sementara berdasarkan FAO (2010), pangan pokok
didefinisikan sebagai pangan yang dikonsumsi secara rutin pada kuantitas
tertentu yang menjadi bagian dominan dalam pola makan dan merupakan sumber asupan
energi dan gizi utama yang dibutuhkan.
Pengelompokan Pangan
Rencana strategis Badan
Ketahanan Pangan 2010-2014 (2010) mengelompokkan komoditas pangan penting
kedalam dua kelompok yaitu pangan nabati dan pangan hewani. Pangan nabati
terdiri dari sepuluh komoditi yang terdiri dari beras, jagung, kedelai, kacang
tanah, ubi kayu, ubi jalar, sayuran, buah-buahan, minyak goreng dan gula putih.
Sedangkan pangan hewani terdiri dari lima komoditi yang meliputi daging sapi
dan kerbau, daging ayam, telur, susu, dan ikan.
Badan Pusat Statistik (BPS,
2012) membagi bahan pangan ke dalam sembilan kelompok yang meliputi:
1) padi-padian (beras, jagung,
terigu),
2) umbi-umbian (singkong, ubi
jalar, kentang, sagu, umbi lainnya),
3) pangan hewani (daging
ruminansia, daging unggas, telur, susu, ikan),
4) minyak dan lemak (minyak
kelapa, minyak sawit, minyak lainnya),
5) buah/biji berminyak
(kelapa, kemiri),
6) kacang-kacangan (kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, kacang lain),
7) gula (gula pasir, gula
merah,
8) sayuran dan buah (sayur,
buah),
9) lain-lain (minuman,
bumbu-bumbuan).
Bahan pangan pokok menurut
Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No. 115/MPP/KEP/2/1998
tentang Jenis Barang Kebutuhan Masyarakat adalah beras, gula pasir, minyak
goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, minyak
tanah, dan garam beryodium. Sedangkan menurut Surat Keputusan Menko
Perekonomian No. Kep-28/M.EKON/05/2010 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi
Stabilisasi Pangan Pokok, bapok meliputi beras, gula, minyak goreng, terigu,
kedelai, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam.
Rencana Strategis Kementerian
Perdagangan 2010-2014 juga mengelompokkan komoditi pangan sebagai indikator
kinerja stabilisasi harga yang mencakup beras, gula pasir, jagung, tepung
terigu, minyak goreng, susu kental manis, susu bubuk, daging ayam, daging sapi,
telur ayam.
Surat Keputusan Menteri
Koordinasi Bidang Perekonomian No. KEP-28/M.EKON/05/2010 tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. Kep-11/M.Ekon/02/2010
tentang Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok pada intinya adalah merubah
beberapa ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian No. KEP-11/M.EKON/02/2010 tentang Tim Koordinasi Stabilisasi
Pangan Pokok, diantaranya pada Diktum Pertama dan juga tugas Tim Koordinasi:
1. merencanakan
dan merumuskan kebijakan stabilisasi pemenuhan kebutuhan dan harga pangan pokok
beras, gula, minyak goreng, terigu, kedelai, daging sapi, daging ayam, dan
telur ayam;
2. mengoordinasikan
pelaksanaan stabilisasi kebutuhan dan harga pangan pokok beras, gula, minyak
goreng, terigu, kedelai, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam;
3. melakukan
pemantauan dan evaluasi stabilitas kebutuhan dan harga pangan pokok beras,
gula, minyak goreng, terigu, kedelai, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam;
dan
4. Melakukan
tugas terkait yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Perubahan juga terjadi pada Diktum kedelapan yaitu segala biaya yang diperlukan
untuk pelaksanaan tugas Tim Koordinasi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian
Perdagangan, dan Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2010, 2011, dan 2012.
Kementerian Perdagangan dalam
Rencana Strategis tahuan 2010-2014 menetapkan sasaran stabilisasi dan penurunan
disparitas harga bahan pokok yang ingin dicapai adalah:
1. Stabilitas
harga bahan pokok yang terkendali, sehingga harga tetap terjangkau sesuai
kondisi daya beli masyarakat, dan
2. Penurunan
disparitas harga bahan pokok antar provinsi, sehingga kelangkaan dan penimbunan
bahan pokok dapat diminimalisasi.
Harga dapat dikatakan stabil
jika koefisien variasi (kk) harga berada pada rentang yang wajar atau koefisien
rasio variasi harga di dalam negeri lebih kecil dibandingkan di luar negeri.
Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja stabilisasi
harga adalah:
1. Rata-rata
koefisien variasi harga (persen) untuk komoditi:
a. Beras
b. Gula
c. minyak
goreng
d. terigu
e. kedelai
f.
jagung
g. susu
h. daging
sapi
i.
daging ayam
j.
telur ayam
2. Rata-rata
rasio koefisien variasi harga komoditi tertentu tersebut di dalam negeri
dibandingkan dengan di luar negeri untuk komoditi:
a. Beras
b. Gula
c. minyak
goreng
d. terigu
e. kedelai
f.
jagung
g. susu
Comments
Post a Comment