Teori-teori Perubahan Struktural - Teori Pembangunan Dua-Sektor Arthur Lewis, Chenery’s Pattern of Development



        Kuznets (dalam Todaro 2006) mengungkapkan bahwa percepatan perubahan struktur ekonomi adalah salah satu syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi maju (modern economic growth). Selanjutnya Chenery dan Syrquin menunjukkan sepuluh jenis perubahan dalam struktur perekonomian negara berkembang, yang dibedakan menjadi tiga golongan: (1) perubahan dalam struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses akumulasi, 
(2) perubahan dalam struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses alokasi sumber daya, dan 
(3) perubahan dalam struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses demografis dan distributif.

        Kegiatan-kegiatan ekonomi yang termasuk dalam proses akumulasi adalah pembentukan modal atau investasi, penerimaan pemerintah dan usaha menyediakan pendidikan bagi masyarakat. Selanjutnya yang tergolong dalam alokasi sumber daya adalah struktur permintaan domestik, struktur produksi, dan struktur perdagangan. Sedangkan yang termasuk dalam proses demografis dan distributif adalah proses perubahan dalam faktor alokasi tenaga kerja dalam berbagai sektor, urbanisasi, tingkat kelahiran dan kematian serta distribusi pendapatan (Sukirno, 2010).

      Sedangkan, Kuznets (dalam Ghatak dan Ingersent, 1983) menyebutkan bahwa perubahan-perubahan struktur ekonomi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perubahan penyerapan tenaga kerja sektor-sektor ekonomi terhadap total penyerapan tenaga kerja nasional dan perubahan kontribusi relatif suatu sektor dalam pembentukan produk nasional bruto (PNB). Ada dua teori utama yang digunakan menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni Teori Migrasi (Teori Pembangunan Dua Sektor) dari Arthur Lewis dan Teori Transformasi Struktural dari Hollis Chenery.

a.   Teori Pembangunan Dua-Sektor Arthur Lewis
       Teori Pembangunan Dua-Sektor Lewis (Lewis Two-sectors Model) membahas proses pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja selama dekade 1960-an sampai awal dekade 1970-an. Menurut teori ini, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor yakni (Todaro, 2006; Jinghan, 2008):
1)   Sektor tradisional, yaitu sektor perdesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja nol. Pada kondisi ini memungkinkan didefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (labor surplus) sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian, maka sektor ini tidak akan kehilangan outputnya.
2)  Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitas tenaga kerjanya tinggi dan menjadi tempat penampungan transfer tenaga kerja sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.


         Perhatian utama model ini adalah pada proses terjadinya pengalihan tenaga kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern, yang dimungkinkan oleh adanya perluasan output di sektor tersebut. Laju atau kecepatan perluasan output ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan pada sektor modern tersebut. Sedangkan investasi dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah.

       Rangkaian proses pertumbuhan berkelanjutan (self-sustaining growth) dan perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut akan terus berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja (kelebihan jumlah pada batas jumlah tenaga kerja mencapai Marginal Physical-Productivity) di perdesaan diserap habis oleh sektor industri. Selanjutnya tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal tersebut akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan. Proses pertumbuhan tidak dapat berlangsung secara terus menerus sepanjang waktu tidak terbatas, tetapi akan berakhir pada suatu terminal, pada situasi berikut (Jinghan, 2008):
1)  Jika, sebagai akibat dari pembentukan modal, tidak ada lagi surplus buruh yang tersisa. Semua buruh sudah terserap.
2) Jika sektor kapitalis berkembang begitu cepat sehingga mengurangi secara absolut penduduk di sektor subsisten, produktivitas rata-rata buruh naik pada sektor subsisten akibat terlalu sedikitnya orang untuk membagi produk dan karenanya upah naik pada sektor kapitalis.
3) Jika sebagai akibat dari pengembangan sektor kapitalis dibandingkan dengan sektor subsisten, term of trade berbalik melawan sektor kapitalis dengan harga bahan mentah dan bahan pangan yang meningkat, para kapitalis harus membayar upah para pekerja lebih tinggi.
4)  Jika sektor subsisten menggunakan teknik produksi baru yang mengakibatkan upah riil akan naik pada sektor kapitalis dan karenanya mengurangi surplus kapitalis.
5)  Jika para pekerja sektor kapitalis meniru gaya hidup para kapitalis, dan menuntut upah yang lebih tinggi yang akan mengurangi surplus kapitalis dan laju pembentukan modal akan berkurang.

b.   Chenery’s Pattern of Development

        Kerangka pemikiran Teori Chenery pada dasarnya sama seperti ide dasar Teori Lewis yang fokus pada perubahan struktur dalam tahapan proses pembangunan ekonomi di negara sedang berkembang (Tambunan, 2001; Tambunan, 2003).

       Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975) juga mengidentifikasi adanya perubahan dalam struktur perekonomian negara, yang bergeser dari perekonomian yang semula didominasi oleh sektor primer (pertanian) ke sektor-sektor nonprimer (industri, perdagangan dan jasa).

      Pergeseran terjadi mengikuti pendapatan per kapita yang mengakibatkan perubahan dalam pola permintaan konsumen dari makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai barang industri dan jasa, akumulasi kapital fisik dan manusia (SDM), perkembangan kota-kota dan pertumbuhan industri-industri di daerah perkotaan bersamaan dengan berlangsungnya migrasi penduduk ke kota-kota besar dari daerah pertumbuhan perdesaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil. 

         Menurut Chenery dan Syrquin (1992) proses transformasi struktural akan mencapai tingkat cepat bila pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri pengolahan (manufaktur) diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor. Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan PDB atau produk nasional bruto (PNB) atau pendapatan nasional.

           Berdasarkan hasil studi Chenery dan Syrquin tersebut, perubahan pangsa dalam jangka panjang mengikuti suatu pola sebagaimana Gambar 2.1, yang menunjukkan kontribusi output sektor pertanian terhadap pembentukan PDB mengecil sedangkan pangsa PDB dari sektor industri manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan PDB atau pendapatan nasional per kapita.





Sumber:
http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/6fdcf13438d4598d1fb41bbdf70eacf0.pdf


Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad