Teori-teori Perubahan Struktural - Teori Pembangunan Dua-Sektor Arthur Lewis, Chenery’s Pattern of Development
(2) perubahan dalam struktur ekonomi yang dipandang sebagai
perubahan dalam proses alokasi sumber daya, dan
(3) perubahan dalam struktur
ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses demografis dan
distributif.
Kegiatan-kegiatan ekonomi yang
termasuk dalam proses akumulasi adalah pembentukan modal atau investasi,
penerimaan pemerintah dan usaha menyediakan pendidikan bagi masyarakat.
Selanjutnya yang tergolong dalam alokasi sumber daya adalah struktur permintaan
domestik, struktur produksi, dan struktur perdagangan. Sedangkan yang termasuk
dalam proses demografis dan distributif adalah proses perubahan dalam faktor
alokasi tenaga kerja dalam berbagai sektor, urbanisasi, tingkat kelahiran dan
kematian serta distribusi pendapatan (Sukirno, 2010).
Sedangkan, Kuznets (dalam
Ghatak dan Ingersent, 1983) menyebutkan bahwa perubahan-perubahan struktur
ekonomi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perubahan penyerapan tenaga kerja
sektor-sektor ekonomi terhadap total penyerapan tenaga kerja nasional dan
perubahan kontribusi relatif suatu sektor dalam pembentukan produk nasional
bruto (PNB). Ada dua teori utama yang digunakan menganalisis perubahan struktur
ekonomi, yakni Teori Migrasi (Teori Pembangunan Dua Sektor) dari Arthur Lewis
dan Teori Transformasi Struktural dari Hollis Chenery.
a. Teori
Pembangunan Dua-Sektor Arthur Lewis
Teori
Pembangunan Dua-Sektor Lewis (Lewis Two-sectors Model) membahas proses
pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penawaran
tenaga kerja selama dekade 1960-an sampai awal dekade 1970-an. Menurut teori
ini, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor yakni (Todaro, 2006;
Jinghan, 2008):
1) Sektor
tradisional, yaitu sektor perdesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan
ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja nol. Pada kondisi ini
memungkinkan didefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (labor surplus) sebagai
suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor
pertanian, maka sektor ini tidak akan kehilangan outputnya.
2) Sektor
industri perkotaan modern yang tingkat produktivitas tenaga kerjanya tinggi dan
menjadi tempat penampungan transfer tenaga kerja sedikit demi sedikit dari
sektor subsisten.
Perhatian
utama model ini adalah pada proses terjadinya pengalihan tenaga kerja serta
pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern,
yang dimungkinkan oleh adanya perluasan output di sektor tersebut. Laju atau kecepatan
perluasan output ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan
akumulasi modal secara keseluruhan pada sektor modern tersebut. Sedangkan
investasi dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari
selisih upah.
Rangkaian
proses pertumbuhan berkelanjutan (self-sustaining growth) dan perluasan
kesempatan kerja di sektor modern tersebut akan terus berlangsung sampai semua
surplus tenaga kerja (kelebihan jumlah pada batas jumlah tenaga kerja mencapai Marginal
Physical-Productivity) di perdesaan diserap habis oleh sektor industri.
Selanjutnya tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor
pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal tersebut akan mengakibatkan
merosotnya produksi pangan. Proses pertumbuhan tidak dapat berlangsung secara
terus menerus sepanjang waktu tidak terbatas, tetapi akan berakhir pada suatu
terminal, pada situasi berikut (Jinghan, 2008):
1) Jika,
sebagai akibat dari pembentukan modal, tidak ada lagi surplus buruh yang tersisa.
Semua buruh sudah terserap.
2) Jika
sektor kapitalis berkembang begitu cepat sehingga mengurangi secara absolut
penduduk di sektor subsisten, produktivitas rata-rata buruh naik pada sektor
subsisten akibat terlalu sedikitnya orang untuk membagi produk dan karenanya
upah naik pada sektor kapitalis.
3) Jika
sebagai akibat dari pengembangan sektor kapitalis dibandingkan dengan sektor
subsisten, term of trade berbalik melawan sektor kapitalis dengan harga bahan
mentah dan bahan pangan yang meningkat, para kapitalis harus membayar upah para
pekerja lebih tinggi.
4) Jika
sektor subsisten menggunakan teknik produksi baru yang mengakibatkan upah riil
akan naik pada sektor kapitalis dan karenanya mengurangi surplus kapitalis.
5) Jika
para pekerja sektor kapitalis meniru gaya hidup para kapitalis, dan menuntut
upah yang lebih tinggi yang akan mengurangi surplus kapitalis dan laju
pembentukan modal akan berkurang.
b. Chenery’s
Pattern of Development
Kerangka
pemikiran Teori Chenery pada dasarnya sama seperti ide dasar Teori Lewis yang
fokus pada perubahan struktur dalam tahapan proses pembangunan ekonomi di
negara sedang berkembang (Tambunan, 2001; Tambunan, 2003).
Hasil
penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975) juga
mengidentifikasi adanya perubahan dalam struktur perekonomian negara, yang
bergeser dari perekonomian yang semula didominasi oleh sektor primer
(pertanian) ke sektor-sektor nonprimer (industri, perdagangan dan jasa).
Pergeseran
terjadi mengikuti pendapatan per kapita yang mengakibatkan perubahan dalam pola
permintaan konsumen dari makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke
berbagai barang industri dan jasa, akumulasi kapital fisik dan manusia (SDM),
perkembangan kota-kota dan pertumbuhan industri-industri di daerah perkotaan
bersamaan dengan berlangsungnya migrasi penduduk ke kota-kota besar dari daerah
pertumbuhan perdesaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan ukuran
keluarga yang semakin kecil.
Menurut Chenery dan Syrquin (1992) proses
transformasi struktural akan mencapai tingkat cepat bila pergeseran pola
permintaan domestik ke arah output industri pengolahan (manufaktur) diperkuat
oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor.
Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output atau
nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan PDB atau produk nasional
bruto (PNB) atau pendapatan nasional.
Berdasarkan
hasil studi Chenery dan Syrquin tersebut, perubahan pangsa dalam jangka panjang
mengikuti suatu pola sebagaimana Gambar 2.1, yang menunjukkan kontribusi output
sektor pertanian terhadap pembentukan PDB mengecil sedangkan pangsa PDB dari
sektor industri manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan PDB atau pendapatan nasional per kapita.
Sumber:
http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/6fdcf13438d4598d1fb41bbdf70eacf0.pdf
Comments
Post a Comment