Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan




        Tersedianya sumberdaya lahan pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional. Ketersediaan lahan pertanian pangan sangat berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu:
(1) Potensi sumberdaya lahan pertanian pangan,
(2) Produktifitas lahan,
(3) Fragmentasi lahan pertanian,
(4) Skala luasan penguasaan lahan pertanian,
(5) Sistem irigasi,
(6) Land rent lahan pertanian,
(7) Konversi,
(8) Pendapatan petani,
(9) Kapasitas SDM pertanian serta,
(10) Kebijakan di bidang pertanian
(Rustiadi dan Wafda dalam Windi Manditi).

        Pencegahan dan pengendalian terhadap adanya alih fungsi lahan terutama sawah perlu dilakukan, mengingat:
(1) Konversi lahan sawah beririgasi teknis adalah ancaman terhadap upaya untuk mempertahankan swasembada pangan nasional,

(2) Dari segi lingkungan dan pelestarian sumberdaya alam, ekosistem sawah ternyata relatif stabil dengan tingkat erosi yang relatif kecil, dan

(3) Dari sudut pandang struktur sosial budaya masyarakat Indonesia, alih fungsi lahan sawah akan menyebabkan ketidakseimbangan hubungan sistematik antara pelaku usaha pertanian dan lahannya karena sawah merupakan pengikat kelembagaan perdesaan sekaligus menjadi public good yang mendorong masyarakat perdesaan bekerja sama lebih produktif.
(Sabiham, 2008 dalam aviciena).

        Pembangunan dan sektor pertanian dapat berjalan berdampingan hanya jika kebijakan perencanaan penggunaan lahan diberlakukan dengan ketat. Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang PLPPB diharapkan menjadi salah satu kebijakan yang dapat mengatur tentang perencanaan penggunaan lahan, khususnya lahan pertanian pangan.

        Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009, yang dimaksud dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Undang-undang ini digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melindungi lahan pertanian pangan dalam rangka ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

        Selanjutnya berkenaan dengan istilah lahan pertanian pangan berkelanjutan ini, pada Undang Undang No. 41/ 2009 dapat dijelaskan beberapa definisi terkait, yaitu :

a. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.

b. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.

c. Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesejahteraan rakyat.

d. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan kedaulatan pangan nasional (Pasal 1 angka 3).

        Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang meliputi : 
(1) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, 
(2) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan 
(3) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

        Rencana PLP2B dilakukan berjenjang, dimana rencana PLP2B nasional menjadi acuan pada perencanaan PLP2B provinsi. Sedangkan rencana PLP2B provinsi dijadikan acuan dalam perencanaan PLP2B kabupaten/Kota.

        Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, lahan pertanian dan lahan cadangan yang berada di dalam dan/atau diluar KP2B ditentukan dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu :

a. Kesesuaian lahan

KP2B ditetapkan pada lahan yang secara biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia dan biologi cocok untuk dikembangkan pertanian pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.

b. Ketersediaan infrastruktur

KP2B ditetapkan dengan memperhatikan ketersediaan infrastruktur pendukung kegiatan pertanian pangan, diantaranya sistem irigasi, jalan dan jembatan.

c. Penggunaan lahan aktual (Kondisi Existing)

Kriteria lain yang digunakan dalam menetapkan KP2B adalah dengan melihat bentuk/kondisi penutupan permukaan lahan atau pemanfaatan lahan yang merupakan bentuk alami maupun buatan manusia.

d. Potensi teknis lahan

Potensi teknis lahan merupakan salah satu kriteria yang harus diperhatikan dalam menetapkan KP2B. Yang dimaksud dengan potensi teknis lahan adalah lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografi/lereng, iklim, sifat fisika, kimia dan biologi tanah sesuai atau cocok dikembangkan untuk pertanian.

e. Luasan satuan hamparan lahan

Luasan satuan hamparan lahan dalam menetapkan KP2B dilakukan dengan mempertimbangkan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk.

        Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 01 tahun 2011 tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, disebutkan bahwa kawasan yang dapat ditetapkan menjadi KP2B harus memenuhi kriteria :

(a) Memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu sebagai LP2B dan/atau LCP2B,

(b) Menghasilkan pangan pokok dengan tingkat produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat setempat, kabupaten/kota, provinsi dan/atau nasional.



Baca Juga:

Sumber:

Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad