Kontribusi dan Kinerja Sektor Pertanian dalam Pembangunan


Kontribusi Sektor Pertanian

          Menurut analisis klasik Kuznets, pertanian di negara sedang berkembang (NSB) dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi: kontribusi produk, kontribusi pasar, kontribusi faktor-faktor produksi dan kontribusi devisa (Tambunan, 2003).

a.   Kontribusi produk/output

        Ekspansi output sektor-sektor lain tergantung dari output sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku. Kontribusi produk pertanian terhadap PDB dapat dilihat dari hubungan antara pertumbuhan kontribusi tersebut dengan pangsa PDB awal dari pertanian dan laju pertumbuhan relatif produk-produk neto dari sektor pertanian dan sektor-sektor non-pertanian.

       Kuznets menemukan hubungan terbalik antara pertumbuhan pangsa sektor pertanian dari pertumbuhan PDB dan rasio laju pertumbuhan output sektoral. Selanjutnya, besaran dari setiap perubahan di dalam rasio dari produk non-pertanian sebagian ditentukan oleh perbedaan di dalam laju pertumbuhan sektoral (Tambunan, 2003).

        Menurut Tambunan (2003), laju penurunan peran sektor pertanian secara relatif di dalam ekonomi cenderung berasosiasi dengan kombinasi dari dua hal berikut, yakni: 
(1) pangsa PDB awal dari sektor-sektor non-pertanian yang relatif lebih tinggi daripada pangsa PDB awal sektor pertanian dan 

(2) laju pertumbuhan output pertanian yang relatif rendah atau relatif lebih tinggi, yang membuat suatu perbedaan positif yang besar antara pangsa PDB dari sektor non-pertanian dengan pangsa PDB dari sektor pertanian.

        Di dalam sistem ekonomi terbuka (ada impor dan ekspor), besarnya kontribusi output pertanian terhadap PDB bisa lewat pasar output (sisi-permintaan/konsumen) maupun lewat pasar input (sisi-penawaran). Proses ini terjadi lewat keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor non-pertanian (misalnya sektor manufaktur). Keterkaitan produksi yang kuat antara sektor pertanian dan non-pertanian, khususnya dengan industri pengolahan (manufaktur) juga menghasilkan nilai tambah dari output pertanian di dalam negeri. Akan tetapi, peran pertanian sangat dipengaruhi oleh kesiapan sektor pertanian itu sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar atau produk pertanian impor.

        Dengan demikian, dalam sistem ekonomi terbuka, kontribusi output pertanian terhadap PDB lewat dua jalur tersebut bisa optimal hanya jika tiga kondisi berikut terpenuhi yaitu: 

(1) tidak ada kebocoran dalam keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor ekonomi (non-pertanian) domestik lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan dari sektor-sektor non-pertanian akan komoditi pertanian sebagai bahan baku bisa sepenuhnya dipenuhi oleh sektor pertanian, tidak dipenuhi oleh produk pertanian impor, 

(2) kebutuhan pangan bagi konsumen dalam negeri sepenuhnya dapat dipasok oleh sektor pertanian, tidak ada impor produk pangan, dan 

(3) komoditi pertanian dalam negeri bisa diekspor (sebuah negara bisa menjadi eksportir neto pertanian). Penciptaan ke tiga kondisi tersebut sangat ditentukan oleh daya saing produk pertanian suatu negara dengan produk pertanian luar negerinya, mencakup daya saing harga, kualitas dan kombinasi harga dan kualitas.

b.   Kontribusi pasar

        Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian (petani dan keluarga petani) yang besar merupakan sumber sangat penting bagi pertumbuhan pasar domestik bagi produk-produk dari sektor non-pertanian, khususnya industri pengolahan (manufaktur). Pengeluaran petani untuk produk-produk petani dan untuk produk-produk industri, baik berupa barang-barang konsumsi maupun barang-barang perantara untuk kegiatan produksi (pupuk, pestisida, alat-alat pertanian) memperlihatkan satu aspek dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi lewat efeknya terhadap pertumbuhan dan diversifikasi sektor. Jika terjadi stagnasi pertanian yang mengakibatkan semua petani sama sekali tidak mempunyai pendapatan untuk dibelanjakan, maka permintaan berbagai macam produk konsumsi di pasar domestik akan mengalami penurunan yang drastis. Kondisi ini selanjutnya akan berdampak negatif baik terhadap pertumbuhan output berbagai industri maupun terhadap proses diversifikasi output.

        Peran sektor pertanian dalam kontribusi pasar sangat tergantung pada dua prasyarat penting yaitu:
1) Keterbukaan ekonomi dan daya saing produksi pertanian dalam negeri suatu negara. Hal ini akan menciptakan pasar domestik yang tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri, tetapi juga barang-barang impor. Dalam sistem ekonomi terbuka, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non-pertanian.
2) Jenis teknologi yang digunakan yang akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi di sektor pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan kebutuhan barang-barang perantara produksi pertanian seperti traktor, alat-alat pertanian modern, pupuk buatan pabrik dan lain sebagainya.

c.        Kontribusi faktor-faktor produksi

        Ada dua faktor produksi yang dapat dialihkan dari pertanian ke sektor-sektor non-pertanian tanpa harus mengurangi volume sektor dan tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor pertanian yaitu tenaga kerja dan modal. Teori Arthur Lewis mengatakan bahwa pada saat pertanian mengalami surplus tenaga kerja (pada saat produk marginal, MP, dari penambahan satu orang pekerja mendekati atau sama dengan dengan 0) yang menyebabkan tingkat produktivitas (rasio output terhadap tenaga kerja) dan pendapatan riil per pekerja di sektor pertanian rendah, akan terjadi transfer tenaga kerja dari pertanian ke industri (atau sektor non-pertanian lainnya). Hal ini akan mengakibatkan kapasitas dan produksi di sektor industri meningkat. Selanjutnya faktor produksi kedua yang dapat ditransfer dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian adalah modal yang bersumber dari market surplus. Secara sederhana market surplus adalah surplus produksi dikalikan dengan harga jual (Tambunan, 2003).

        Sesuai hukum penawaran, semakin tinggi harga produk pertanian, semakin besar suplai produknya, dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap tidak berubah. Demikian juga semakin banyak output yang diproduksi di sektor pertanian semakin tinggi output yang dipasarkan.

        Fenomena ini muncul, sebagian karena konsumsi komoditi pertanian dari petani telah mencapai tingkat optimum, dan sebagian lagi karena suatu kenaikan permintaan terhadap barang-barang industri dari petani, pada gilirannya meningkatkan permintaan akan uang. 

Suatu kebijakan harga produk pertanian yang positif (yang mengakibatkan suatu peningkatan relatif harga barang-barang pertanian terhadap harga barang-barang industri) dan/atau kenaikan output atau ke duanya, akan mengakibatkan suatu kenaikan pendapatan petani. Sebagian dari kenaikan pendapatan tersebut akan digunakan untuk pengeluaran konsumsi dan sisanya merupakan tabungan.

d.   Kontribusi devisa

        Kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan devisa terjadi lewat dua jalur utama, yaitu melalui peningkatan ekspor, dan/atau melalui pengurangan tingkat ketergantungan suatu negara terhadap impor komoditi pertanian. Ke dua hal ini akan terjadi apabila pertanian dalam negeri menghasilkan output dengan daya saing lebih baik daripada komoditi pertanian dari negara-negara lain. 

        Kontribusi pertanian terhadap devisa juga bisa bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk berbasis pertanian. Dengan kata lain, semakin kuat keterkaitan produksi pertanian dengan sektor non-pertanian dalam negeri suatu negara semakin berkurang ketergantungan pada impor komoditi pertanian sebagai input sektor-sektor non-pertanian.

        Peran sektor pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiktif dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Karena perannya dalam ekspor bisa mengurangi perannya dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri termasuk dalam menyuplai input bagi produksi bahan-bahan produksi sektor non-pertanian. Untuk menghindari trade-off ini, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi untuk menghasilkan surplus produksi setelah memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meningkatkan daya saing produk-produk sektor pertanian sehingga bisa memasuki pasar luar negeri sekaligus bisa bersaing dengan komoditi pertanian impor. Namun dengan berbagai keterbatasan, negara sedang berkembang (NSB) mengalami berbagai kesulitan untuk memenuhi ke dua prasyarat ini.

Kinerja Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian diukur dengan indikator pertumbuhan sektor pertanian, kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB, pangsa tenaga kerja sektor, dan PDRB per kapita sektor pertanian.

a.   Pertumbuhan sektor

        Pertumbuhan sektor dapat dihitung dengan menghitung peningkatan nilai tambah sektor. Peningkatan nilai tambah sektor pertanian dari tahun ke tahun dapat dihitung dengan Persamaan 2.12:





b.  Kontribusi sektor dalam pembentukan PDRB
        Disamping kotribusi terhadap sektor lain, pertanian juga berkontribusi terhadap total PDRB, yang besarnya merupakan rasio antara PDRB yang dihasilkan oleh sektor pertanian terhadap PDRB seluruh sektor, yang dapat ditulis sebagaimana Persamaan 2.13 (Widodo, 1990):




c.   Kontribusi pangsa tenaga kerja
        Kontribusi pangsa tenaga kerja sektor adalah rasio jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian terhadap total tenaga kerja yang diserap oleh keseluruhan sektor yang dapat dihitung dengan Rumus 2.14 berikut:




d.  PDRB per kapita
        PDRB per kapita sektor pertanian atas dasar harga konstan adalah PDRB sektor pertanian atas dasar harga konstan dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun, sebagaimana ditunjukkan Persamaan 2.15






                   Peran Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi


Sumber:

Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad