1. Payung hukum belum sepenuhnya menjadi acuan penetapan
kegiatan
Hortikultura
Berbagai regulasi terkait hortikultura mempunyai dampak
positif dalam memberikan perlindungan hukum terhadap aktivitas hortikultura. Namun
demikian, penerapan beberapa regulasi masih belum sepenuhnya
dipatuhi oleh pelaku hortikultura.
Hal ini disebabkan antara lain belum optimalnya
sosialisasi peraturan hortikultura, ketidaksiapan pelaku usaha untuk
menerapkannya, dan kurang komitmennya berbagai pihak untuk melaksanakan. Oleh
karena itu, pengembangan hortikultura tidak boleh terlepas dari penerapan regulasi
terkait.
2. Pembinaan teknis belum optimal
Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya produksi,
produktivitas dan kualitas hortikultura adalah belum optimalnya
pembinaan teknis. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : penelitian
dan pengembangan yang masih kurang fokus dalam mengatasi berbagai permasalahan
usaha tani hortikultura, keterbatasan penyediaan dan penerapan inovasi
teknologi baik prapanen dan pascapanen, kuantitas dan kualitas petugas kurang,
lokasi terpencar, penerapan GAP – SOP yang masih belum konsisten, serta
karakter masyarakat petani yang belum terbuka terhadap transfer inovasi
teknologi oleh petugas pembina.
Optimalisasi pembinaan teknis di masa yang akan
datang harus dilakukan secara komprehensif. Dimana peningkatan kualitas dan kuantitas
pembina harus didukung juga oleh inovasi teknologi melalui penelitian dan
pengembangan serta pengembangan kualitas pelaku usaha hortikultura .
3. Kapasitas SDM belum memadai
Kapasitas SDM yang kompeten, komitmen dan berdedikasi
dalam membangun hortikultura secara utuh dan terintegrasi dirasa masih belum
mampu memberi energi pada percepatan pengembangan hortikultura di Indonesia.
Hal ini tergambarkan dari perkembangan usaha hortikultura nasional dengan pada
beberapa kurun waktu terakhir seolah tersalip dengan usaha hortikultura yang
dikembangkan di beberapa negara tetangga seperti Vietnam.
Kapasitas dan kualitas SDM hortikultura pada umumnya
lebih baik dibanding dengan SDM sub sektor pertanian lain. Namun demikian, populasi
SDM hortikultura relatif kecil dibandingkan dengan sub sektor pertanian
lainnya.
Keterbatasan ini terlihat dari kurangnya kemampuan atau
kecakapan SDM Hortikultura baik aspek manajerial maupun aspek teknis dalam usaha
hortikultura, serta relatif rendahnya efisiensi usaha. Sehingga ke depan
dibutuhkan kegiatan peningkatan kapabilitas SDM melalui pelatihan, magang, dan
studi banding.
4. Kelembagaan hortikultura masih lemah
Petani hortikultura masih memiliki daya tawar yang lemah
dibanding pelaku usaha lainnya. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya fungsi atau
peran dari kelembagaan hortikultura (Poktan, Gapoktan, Asosiasi). Kesadaran
petani untuk berkelompok masih rendah serta peran dari beberapa kelembagaan
yang sudah terbentuk (sebagai contoh : Dewan Hortikultura Nasional, Asosiasi
Eksportir dan Importir, koperasi dan lainnya) masih lemah.
Pemerintah merupakan salah satu bagian dalam sistem
kelembagaan hortikultura. Peran dan fungsi pemerintah memerlukan keterpaduan dukungan
dari semua pihak (lembaga hortikultura lainnya). Oleh karena itu pemberdayaan
kelembagaan hortikultura merupakan strategi penting dalam pembangunan hortikultura
di masa yang akan datang.
5. Penerapan inovasi teknologi belum optimal
Produktivitas hortikultura sangat bergantung pada inovasi
dan penerapan teknologi. Sampai saat ini banyak petani hortikultura yang masih
menggunakan teknologi konvensional. Hal ini menyebabkan daya saing produk
hortikultura masih lemah.
Inovasi teknologi sangat bergantung pada hasil penelitian
dan pengembangan teknologi. Harus diakui bahwa kegiatan litbang belum berorientasi
pada kebutuhan dilapang, pasar, dan karakteristik masyarakat Indonesia secara
spesifik lokasi. Hal ini menggambarkan adanya potensi kearifan lokal yang belum
terkelola dengan baik (teknologi ramah lingkunagn, teknologi verticulture,
teknologi pengairan, teknologi perbanyakkan benih dan lain sebagainya).
Beberapa inovasi telah dihasilkan baik mengadop dari
negara luar maupun hasil litbang dari dalam negeri namun penerapannya masih terbatas.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain : karakter masyarakat yang
tidak mudah beradaptasi dengan hasil inovasi, ketidaksesuaian antara hasil
inovasi di beberapa lokasi tertentu, penyebaran hasil inovasi yang terbatas dan
lain sebagainya.
Oleh karena itu pencapaian hortikultura yang
berkelanjutan harus ditopang oleh pengembangan inovasi teknologi yang tepat
sasaran serta aplikatif dan mudah diperoleh oleh khalayak umum.
Baca Juga:
Sumber:
Comments
Post a Comment