Pertanian
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu lahan tertentu, dalam
hubungannya antara manusia dengan lahan yang disertai pertimbangan tertentu.
Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia
dalam melakukan pertanian disebut ilmu usahatani (Suratiyah, 2006).
Menurut Mubyarto
(1995), dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil
yang diharapkan diterima pada hasil panen (penerimaan/revenue) dengan biaya
(cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen
disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani
yang baik biasa disebut sebagai usahatani yang produktif atau efisien.
Usahatani yang produktif berarti memiliki produktivitas tinggi. Pengertian
produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi
usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil
produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Secara teknis
produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas
(tanah). Jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama, maka
usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi karena
produktivitas ekonominya lebih besar.
Usahatani Semi
Organik
Von Uexkull
(1984) dalam Sutanto (2002), memberikan istilah membangun kesuburan tanah.
Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa
tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya
setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah.
Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik
sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian anorganik yang
memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga
segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman.
Akhir-akhir ini
isu pertanian organik mencuat ke permukaan. Sebagian orang mendukung gagasan
pengembangan pertanian organik dan sebagian lainnya tidak setuju, masing-masing
dengan argumentasi yang sama-sama rasional. Argumentasi kelompok pro pertanian
organik bertitik tolak dari keprihatinannya terhadap keamanan pangan, kondisi
lingkungan pertanian dan kesejahteraan petani secara mikro. Sementara kelompok
yang kontra bertitik tolak dari kekhawatirannya terhadap keberlanjutan
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani secara menyeluruh.
Menurut Sutanto
(2002), pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi
pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk
kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak
terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan
proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur
kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi.
Menurut Salikin
(2003), sistem pertanian berkelanjutan dilakasanakan dengan beberapa model
sistem, salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan sistem LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture), prinsipnya yaitu bahwa hasil produksi
yang keluar dari sistem harus diimbangi dengan tambahan unsur hara yang
dimasukkan kedalam sistem tersebut. Dengan model LEISA, kekhawatiran penurunan
produktivitas secara drastis dapat dihindari, sebab penggunaan input luar masih
diperkenankan dan masih menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input
internal dan eksternal, misalnya penggunaan pupuk organik diimbangi dengan
pupuk TSP.
Pertanian
organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit
dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian
organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida
kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan material alami.
Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani yang menggunakan
pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan dengan penggunaan pupuk
organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994).
Usahatani
Anorganik
Schaller (1993)
dalam Winangun (2005), memberikan penjelasan mengenai beberapa dampak negatif
dari sistem pertanian anorganik yaitu sebagai berikut:
1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan
sedimen.
2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena
pestisida maupun bahan aditif pakan.
3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintetis tersebut pada mutu
dan kesehatan pangan.
4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan
fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan.
5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu dan jasad berguna
lainnya.
6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.
7. Peningkatan daya produktivitas lahan erosi, pemadatan lahan dan
berkurangnya bahan organik.
8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumberdaya alam tidak
terbaruhi.
9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan
pertanian.
Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik
Nilai positif yang dapat diterima dari
penggunaan pupuk organik sangat banyak. Namun menurut Sutanto (2002),
penggunaan pupuk organik mempunyai kelemahan diantaranya adalah: diperlukan
dalam jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu
pertanaman, bersifat ruah baik dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan
dan kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik
yang digunakan belum cukup matang. Apabila pemurnian dalam proses pembuatan
pupuk organik tidak cukup baik, limbah cair, dan komponen padat yang berasal
dari limbah perkotaan dan bahan organik lainnya mempunyai potensi yang tinggi dalam
meracuni kesehatan manusia.
Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Berikut ini merupakan beberapa
perbedaan antara pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik (Djuarnani, dkk,
2005):
No
|
Sifat Pupuk Organik atau Kompos
|
Sifat Pupuk Anorganik
|
1
|
Mengandung unsur hara makro dan mikro
yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit
|
Hanya mengandung satu atau beberapa unsur
hara tetapi dalam jumlah banyak
|
2
|
Dapat memperbaiki struktur tanah
|
Tidak dapat memperbaiki struktur tanah
tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah
menjadi keras
|
3
|
Beberapa tanaman yang menggunakan kompos
lebih tahan terhadap serangan penyakit dan menurunkan aktivitas
mikroorganisme tanah yang merugikan
|
Sering membuat tanaman manja sehingga
rentan terhadap penyakit
|
Baca Juga:
Sumber:
Comments
Post a Comment