Kebijakan harga merupakan
salah satu instrumen penting untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga bagah.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi nasional, dinamika lingkungan strategis
ekonomi global, serta ketersediaan dan penguasaan alat analisis yang cocok pada
masanya, bentuk kebijakan harga gabah mengalami penyesuaian dari masa ke masa.
Kebijakan pembelian gabah dan beras oleh pemerintah dilaksanakan mulai tahun
1973, kebijakan harga dasar dan harga tertinggi gabah dan beras diimplementasikan
pada tahun 1980-2000, dan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk
gabah dan beras mulai diterapkan pada tahun 2000 sampai sekarang (Suryana et
al., 2014).
Esensi dari penerapan HPP
adalah untuk memberikan insentif bagi petani padi dengan cara memberikan
jaminan harga di atas harga keseimbangan, terutama pada saat panen raya.
Melalui kebijakan HPP pemerintah mengharapkan produksi padi dapat ditingkatkan
untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri, terciptanya stabilitas harga
padi dan meningkatkan pendapatan usaha tani padi (Sawit, 2010).
Dampak suatu kebijaksanaan
pemerintah dalam sektor pertanian saat ini sering baru terlihat beberapa bulan
bahkan beberapa tahun kemudian. Artinya terdapat keterlambatan tanggapan
semenjak kebijakan dikeluarkan dengan respon masyarakat. Hal ini terjadi karena
petani tidak dapat langsung mengantisipasi kebijaksanaan tersebut dan
kebijaksanaan tersebut sering mempunyai pengaruh yang lambat terhadap perubahan
atau perbaikan yang ingin dicapai. Selain itu sifat kegiatan produksi pertanian
baru dapat dilihat hasilnya setelah beberapa waktu masa tanam. Artinya,
aktivitas pertanian mempunyai tenggang waktu (time lag) dari mulai pengambilan
keputusan berproduksi sampai dengan produksi diperoleh.
Sampai saat ini hampir seluruh
masyarakat Indonesia masih menjadikan beras sebagai makanan pokok. Penempatan
beras sebagai makanan pokok berimplikasi luas pada kebijakan komoditas lainnya
seperti gula, jagung, daging, dan sebagainya dalam berbagai aspek baik aspek
ekonomi, aspek sosial, dan aspek politik. Secara politis pemerintah menempatkan
beras sebagai komoditas strategis dalam pembangunan ekonomi dan swasembada
beras menjadi target pembangunan. Untuk itu telah banyak program-program
nasional yang berkaitan dengan upaya peningkatan produksi beras (padi). Kondisi
masyarakat yang menjadikan beras sebagai makanan pokok, berdampak pada
kebijakan pemerintah yang setidaknya perlu untuk memperhatikan komoditas padi
dengan berbagai program-programnya (Kusnadi et. Al., 2012).
Jika masyarakat terus
menjadikan beras sebagai makanan pokok yang sulit didiversifikasi, maka akan
berimplikasi pada sisi permintaan. Demand yang tinggi setidaknya menuntut
pemerintah menerapkan kebijakan harga beras murah. Harga beras nasional yang
dikendalikan untuk melindungi konsumen beras, khususnya masyarakat
berpendapatan rendah. Kebijakan harga harga beras murah memang menguntungkan
konsumen, namun merugikan bagi petani produsen padi. Pada gilirannya, harga
beras murah akan menekan bahkan menghilangkan insentif ekonomi bagi petani
produsen padi dan tidak menutup kemungkinan bagi petani untuk beralih ke nonpadi
(Kusnadi et. Al., 2012).
Baca Juga: Kebijakan Harga Komoditas Pertanian di Indonesia
Harga pada produk pertanian
Kebijakan Harga Komoditas Pertanian
Baca Juga: Kebijakan Harga Komoditas Pertanian di Indonesia
Harga pada produk pertanian
Kebijakan Harga Komoditas Pertanian
Comments
Post a Comment