Kebijakan harga komoditas
pertanian merupakan salah satu kebijakan pembangunan dan pengembangan sektor
pertanian di Indonesia. Pada umumnya, kebijakan harga komoditas pertanian
ditujukan untuk melindungi produsen, namun dalam implementasinya, kebijakan harga
juga ditujuan untuk melindungi konsumen yang didukung dengan program stabilisai
harga. Hingga saat ini, setidaknya terdapat beberapa kebijakan harga untuk
beberapa komoditas pertanian yaitu beras, gula, kedelai, daging sapi, cabe, dan
bawang.
a. Kebijakan
Harga Beras
Kebijakan
perberasan sudah diterapkan sejak tahun 1967, termasuk kebijakan harga yang
ditujukan untuk stabilisasi harga beras di tingkat produsen dan konsumen.
Dinamika politik Indonesia sangat mempengaruhi kebijakan perberasan yang dapat
dikelompokan menjadi tiga fase (Sawit et al, 2007).
Fase
pertama adalah periode 1967-1996. Pada fase ini, pemerintah mengendalikan pasar
beras di dalam negeri dengan melakukan intervensi pasar dalam rangka mendorong
produksi padi dan menjaga stabilitas harga. Kebijakan stabilisasi harga
didukung melalui intervensi pengelolaan persediaan beras nasional melalui BULOG
(Badan Usaha Logistik), yaitu lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
mengelola logistik.
Fase kedua
adalah periode 1997-2000. Pada fase ini, pemerintah meliberalisasi sektor
perberasan, memprivatiasi BULOG, dan menghapus hambatan perdagangan. Praktis
kebijakan harga beras tidak berlaku karena sudah mengikuti mekanisme pasar.
dampaknya, swasembada pangan Indonesia menurun, ketergantungan terhadap beras
impor meningkat, dan harga di tingkat konsumen dan produsen beras menjadi tidak
stabil. Pada periode ini terjadi lonjakan volume impor beras yang sangat tajam
yaitu dari 911 ribu ton pada periode 1996-1997 menjadi 3,8 juta ton pada
1998-1999. Pemerintah tidak mampu menahan serbuan impor ini akibat kebijakan
liberalisasi perdagangan ditambah nilai tukar sudah relatif stabil (setelah
tahun 1998) sehingga harga beras juga menurun drastis (Sawit et al, 2007).
Fase
ketiga adalah sejak tahun 2001 dimana pembenahan kebijakan perberasan mulai
dilakukan. Pada fase ini, peran BULOG mulai dioptimalkan dan kebijakan harga
beras dengan tujuan stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen mulai
diaktifkan kembali dengan beberapa modifikasi dari fase pertama. langkah ini
diambil karena timbulnya dampak negatif liberalisasi pasar terhadap harga di
tingkat produsen dan konsumen beras.
Kebijakan terdahulu yaitu harga dasar
gabah telah diganti dengan harga pembelian pemerintah (HPP) dengan batas harga
atas dan didukung dengan kebijakan tariff dan kuota impor beras. Kebijakan
perberasan diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) yang direvisi setiap tahun
dimana dalam Inpres tersebut ditetapkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) untuk gabah dan beras. Untuk mengatasi kesulitan
b. Kebijakan
Harga Gula
Kebijakan
pergulaan nasional diterapkan secara intensif, identik dengan intensitas
kebijakan yang berkaitan dengan industri beras. Di samping intensitasnya
tinggi, kebijakan pemerintah tersebut juga mempunyai dimensi yang cukup luas,
mulai dari kebijakan lahan, input, produksi, distribusi, kelembagaan, hingga
kebijakan harga.
Khusus
untuk kebijakan harga, pemerintah telah menetapkan kebijakan harga yang
bertujuan untuk stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen sejak tahun
1987 melalui Kep Menkeu No. 342/KMK.011/1987 perihal penetapan harga gula pasir
produksi dalam negeri dan impor yang bertujuan untuk menjamin stabilitas harga,
devisa, serta kesesuaian pendapatan petani dan pabrik.
Kemudian
pada periode liberalisasi antara tahun 1997 – 2000, pemerintah mengeluarkan
Kep. Menhutbun No. 282/Kpts-IX/1999, tanggal 7 Mei 1999 perihal Penetapan harga
provenue gula pasir produksi petani yang bertujuan untuk menghindari kerugian
petani serta peningkatan produksi tebu. Kebijakan harga gula kemudian direvisi
mengikuti perkembangan dan sejak tahun 2002, melalui Kep. Menperindag No.
643/MPP/Kep/9/2002 perihal tataniaga impor gula, kebijakan harga gula didukung
dengan pengaturan importasi untuk menjaga pendapatan petani dan produsen
(pabrik gula). Dan pada tahun 2004 hingga saat ini, pemerintah mengeluarkan Kep
Menperindag No 527/MPP/Kep/2004 tentang impor, kualitas gula impor, dan harga
referensi sebagai pengganti peraturan sebelumnya. Tujuannya masih sama yaitu
stabilisasi harga terutama di tingkat produsen (Susila, 2005).
c. Kebijakan
Harga Kedelai
Sebelum
tahun 2013, kebijakan stabilisasi harga kedelai dilakukan dengan pengaturan bea
impor kedelai yang menyesuaikan pergerakan harga internasional. Pada tahun
2013, pemerintah mengeluarkan program stabilisasi harga kedelai (PSHK) yang
bertujuan untuk stabilisasi harga di tingkat petani dan pengrajin tahu dan
tempe secara bersamaan. Hal ini dilakukan mengingat sejak tahun 2012 harga
kedelai di dalam negeri berfluktuasi dan sulit dikendalikan sehingga
menimbulkan gejolak di masyarakat.
Kebijakan
PSHK dikeluarkan melalui Permendag No 23/M-DAG/PER/5/2013 tentang Program
Stabilisasi Harga Kedelai yang merupakan implementasi dari Perpres Nomor 32
Tahun 2013 tentang Penugasan kepada perum BULOG untuk pengamanan harga dan
penyaluran kedelai. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah berupaya mengatur
tataniaga kedelai melalui pembelian kedelai petani dengan harga tertentu
sehingga petani mendapatkan keuntungan yang layak, kemudian menjual kepada
pengrajin tahu dan tempe dengan harga tertentu sehingga terjangkau masyarakat.
Dalam
PSHK, harga pembelian petani (HBP) ditetapkan sebesar Rp 7.000/kg untuk periode
Juli – September 2013 melalui Permendag No 25/M- DAG/PER/6/2013. Sementara
harga jual ke pengrajin (HJP) ditetapkan setiap bulan sejak Bulan Juni 2013
melalui Permendag No 26/M-DAG/6/2013 sebesar Rp 7.450/kg, dan pada Bulan Juli
ditetapkan sebesar Rp 7.700/kg melalui Permendag No 37/M-DAG/PER/7/2013 dan
pada Bulan Agustus sebesar Rp 8.490/kg melalui Permendag No
49/M-DAG/PER/9/2013. Kemudian, PSHK pernah terhenti setelah dikeluarkannya
Permendag No 51/M-DAG/PER/9/2013 tentang pencabutan Permendag No
23/M-DAG/PER/5/2013 tentang Program Stabilisasi Harga Kedelai.
Namun
demikian, kebijakan HBP tetap dilanjutkan dengan penetapan berdasarkan musim
panen dimana pada Bulan Oktober ditetapkan HBP sebesar Rp 7.400/kg untuk
periode Oktober – Desember 2013 melalui Permendag No 52/M-DAG/PER/9/2013.
Sementara HBP untuk periode Januari – Maret 2014 ditetapkan sebesar Rp 7.500/kg
melalui Permendag No 84/M-DAG/PER/12/2013.
d. Kebijakan
Harga Referensi
Kebijakan
harga referensi ditetapkan pada beberapa komoditas antara lain daging sapi
melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013 tentang
Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan dan cabe dan bawang merah
melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Permendag No. 47/M-DAG/PER/8/2013
tentang Perubahan Atas Permendag No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan
Impor Produk Hortikultura.
Dalam
implementasinya, harga referensi ditetapkan dalam periode tertentu sebagai
landasan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan impor. Artinya, jika harga
di tingkat eceran berada di atas harga referensi, maka importasi akan dilakukan
sampai harga eceran berada pada tingkat harga referensi yang ditetapkan. Saat
ini harga referensi cabe merah adalah Rp 26.300/kg dan bawang merah Rp
25.700/kg berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 118/PDN/KEP/10/2013
tentang Penetapan Harga Referensi Produk Hortikultura.
Baca Juga: Kebijakan harga pada beras
Harga pada produk pertanian
Kebijakan Harga Komoditas Pertanian
Sumber:
Analisis Kebijakan Harga Pada Komoditas Pertanian. Oleh Miftah Farid, Bagus Wicaksena, Yati Nuryati, Dwi W. Prabowo, Asih Yulianti, Avif Haryana. PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014
Comments
Post a Comment