Peran Perkebunan Kakao Bagi Perekonomian Nasional




        Peran komoditas strategis nasional pada subsektor perkebunan, diantaranya sawit, karet, kakao dan tebu memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam perekonomian nasional Indonesia. Sub sektor perkebunan telah menyumbangkan penerimaan ekspor yang selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2007 sebesar 19.948.923 ribu US$, tahun 2008 sebesar 27.369.363 ribu US$ dan tahun 2009 (sampai dengan bulan September) sebesar 21.581.670 ribu US$. Sumbangsih tersebut dapat menjadi lebih optimum dengan memperkuat penciptaan nilai tambah dengan mengangkat dan memfasilitasi berbagai pemikiran dan inisiatif yang telah dikembangkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pelaku dunia usaha dan investasi serta masyarakat pekebun pada sub sektor perkebunan dan sektor terkait lainnya, akademisi dan para peneliti, organisasi masyarakat sipil, masyarakat umum dan lembaga internasional bilateral dan multilateral. Berbagai pemikiran dan inisiatif tersebut menjadi unsur-unsur yang merangsang penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen yang akan memperkuat daya saing bagi komoditas strategis nasional pada sub sektor perkebunan.

        Negara yang bertujuan mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mewujudkan cita-cita Bangsa dalam segala dimensinya melalui pelestarian dan pengembangan komoditas strategis nasional pada sub sektor perkebunan. Mengungkapkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011), beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain: Penghapusan PPN dan berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan melakukan lobi untuk menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian hama PBK dan perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya secara memadai.

        Menurut Goenadi (2004), dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang berlaku. PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33.7 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47.0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan laju sekitar 11.7% per tahun. Dengan peningkatan tersebut, kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16 %. Terhadap PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sekitar 2.9 % atau sekitar 2.6 % PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%, sedangkan terhadap PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan 2.8%.

        Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 25 tahun terakhir dan pada tahun 2004 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 992.191 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (89,59%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 5,04% dikelola perkebunan besar negara serta 5,37% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Untuk mencapai sasaran produksi tersebut diperlukan investasi sebesar Rp 16,72 triliun dan dukungan berbagai kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011).

        Dana investasi tersebut sebagian besar bersumber dari masyarakat karena pengembangan kakao selama ini umumnya dilakukan secara swadaya oleh petani. Dana pemerintah diharapkan dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan dukungan fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi petani seperti biaya penyuluhan dan bimbingan, pembangunan sarana dan prasaran jalan dan telekomunikasi, dukungan gerakan pengendalian hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan industri hilir (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011).


Baca Juga:



Sumber:

Comments

Post Page Ad

mid ad

Bottom Ad